Memperingati Hari Besar Islam Ira’ Mi’raj berbeda dengan peringatan hari lain. Perbedaannya terletak pada substansi dan misi yang terkandung di dalamnya. Dalam peristiwa isra’dan mi’raj terkandung misi suci dan syar’i yang menjadi panduan perjalanan spiritual bagi orang beriman.
Misi suci adalah keagungan Allah SWT yang perlihatkan kepada Muhammad SAW sebagai pemimpin umat, sementara misi syar’i adalah perintah Allah kepada manusia untuk beribadah (sholat) selama hidup di dunia.Kedua misi ini di saksikan dan di alami Rasulullah saw dalam peristiwa isra’ dan mi’raj. Peristiwa Isra’dan Mi’raj merupakan dua peristiwa alam (alam sahadah dan alam gaib) dan dua misi (misi horizontal dan vertikal) yang sangat menakjubkan sebagai bukti kebesaran Allah swt. Dalam peristiwa alam sahadah, Isra’ diartikan sebagai perjalanan fisik Nabi Muhammad SAW pada waktu malam secara horizontal. Misi ini menjadi pondasi pembangunan relasi social masyarakat dalam memperkuat peradaban manusia di bumi. Perjalanan dalam misi horizontal, dilaksanakan dari Masjidil Haram di Mekah ke masjidil Aksha di Palestina.Membangun peradaban di bumi harus dimulai dari rumah Tuhan yaitu Masjid. Sementara secara vertical perjalanan Rasulullah SAW berupa Mi’raj (naik) ke Sidrah al- Muntaha menuju Allah swt untuk menjemput perintah sholat. Misi mi’raj lebih bersifat gaib karena peristiwa ini dialami Rasulullah SAW bersifat spiritual naik kehadirat Allah SWT yang Maha Gaib. Dalam misi Isra’ mengandung inspirasi moral yang menempatkan masjid (tempat sujud) di bumi sebagai sarana pembinaan dan pengembangan kehidupan manusia. Membangun manusia yang berilmu, beriman dan beramal shaleh dimulai dari masjid ke masjid. Dimasjid Rasulullah SAW, membangun iman dan islam, di masjid Rasulullah mengatur strategi kehidupan social. Dalam Al-Qur'an Allah SWT, menjelaskan bahwa hanya orang-orang beriman yang akan memakmurkan masjid di bumi dan mengawali aktivitas hidupnya dari masjid; "Sesungguhnya yang (pantas) memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, mendirikan salat, menunaikan zakat, serta tidak takut (kepada siapa pun) selain Allah. Mereka itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk."( Qs.At-Taubah, 18). Dalam ayat diatas Allah SWT menjelaskan bahwa sebagai rumah suci masjid memiliki fungsi kolektif yang dapat di gunakan sebagai Lembaga Pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Masjid dapat difungsikan sebagai tempat menata kehidupan social, ekonomi dan budaya agar terus berkembang dan maju.Peradaban modern dalam tantangan global tidak hanya menawarkan seperangkat ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada umat manusia, tetapi juga seperangkat system hidup, pandangan dunia, dan etika hidup.Berbagai macam etika yang pernah eksis di bumi seperti hedonism, utilitarianisme, dan konsumerisme di sebarkan ke seluruh dunia dalam skala global.Tidak terkecuali di dunia islam yang telah ikut terpengaruh dalam segala bentuk perilaku umat dan seluruh ajarannya. Hal ini adalah akses negative dari perkembangan dunia global yang tak dapat dihindari. Menjawab tantangan global diatas, masjid dapat menjadi solutif apabila fungsi dan peran masjid di tata ulang sesuai dengan misi isra’ yang dialami Rasulullah saw. Dalam misi isra’ Rasulullah saw memulai aktivitasnya dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT dari masjid. Atas petunjuk Allah jiwanya dibersihakan terlebih dahulu untuk kemudian diperjalankan sesuai kehendak Allah SWT. Membersihkan jiwa adalah kewajiban manusia sebelum menghadap Allah SWT. Baik menghadap dalam arti ibadah maupun menghadap dalam arti kematian. Masjid sebagai rumah suci di bumi harus mencerminkan fungsi ideal sebagaimana yang di contohkan Rasulullah SAW, dalam peristiwa Isra’.Islam memiliki konsep peradaban yang abadi yang mengacu kepada keselamatan dunia dan akhirat. Sistem, pandangan dan etika hidup ketiganya dikembangkan melalui wadah dan tempat suci di bumi. Tempat suci itu adalah tempat-tempat sujud yang ditetapkan secara syari’at yaitu “masjid” atau tempat sujud. Disinilah umat islam mengembangkan nilai-nilai sacral dan profan sekaligus. Di masjid lahirnya peradaban modern yang memiliki akar spiritual yang kokoh. Sebab itu secara historis peristi Isra’dan Mi’raj diawali dari masjid ke masjid yaitu dari masjidil Haram di Makkah dan di masjidil Aqsha di bait al-Maqdis. Masjid adalah symbol peradaban Islam yang munamental. Dalam pandangan ahli teologi masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga tempat mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Islam dari masjid lahirnya peradaban ilmu pengetahuan.Para sahabat dan Tabiin belajar ilmu pengetahuan dari masjid. Oleh sebab itu masjid adalah sarana suci sebagai tempat menggali dan mengamalkan ilmu pengetahuan, sehingga ayat yang pertama turun adalah perintah untuk membaca. Artinya ayat yang menjadi kewajiban menuntut ilmu pengetahuan., baik ilmu agama maupun ilmu dunia atau dalam istilah syara’ ilmu yang wajib ( fardhu ‘ain ) dan yang sunnah (fardhu kifayah). Salah satu fungsi masjid adalah untuk belajar ilmu pengetahuan, baik ilmu dunia maupun ilmu agama atau ilmu usuluddin. Ushuluddin memiliki makna “dasar-dasar agama”. yaitu ilmu yang membahaskan prinsip-prinsip serta doktrin-doktrin kepercayaan yang sesuai dengan dalil-dalil yang yakini dalam aqidah islam seperti ilmu kalam, ilmu mantik dan ilmu fiqih dan usul fiqh. Karena ilmu agama merupakan peradaban islam yang tak dapat dipisahkan dengan masjid, maka masjid dalam arti sarana spiritual harus berfungsi dalam memberikan jaminan peningkatan iman, ilmu dan amal bagi setiap orang. Sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan, masjid dapat berfungsi sebagai kosmopolitisme peradaban modern mulai dari yang bersifat fisik seperti arsitektur bangunan dan seni kaligrafi maupun yang bersifat non fisik seperti ilmu pengetahuan dan filsafat. Di era society 0.5 saat ini, masjid sejatinya dapat sebagai lembaga yang lebih modern dan maju dalam mengembangkan kosmopolitisme peradaban.Semangat kosmopolitisme peradaban itu terbuka dan mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan global yang terjadi. Dari masjid lahirnya kesadaran akan adanya keberlangsungan dan keberlanjutan eksistensi iman yang kokoh dan kuat.Dengan demikian fungsi masjid sebagaimana tercermin dalam peristiwa isra’ akan berfungsi sebagai penggerak dan pendorong secara sadar untuk mengembangkan diri umat islam khususnya dan manusia pada umumnya. Langkah-langkah yang ditawarkan adalah ; Pertama; Umat Islam menyadari sepenuhnya tentang tantangan yang sedang dihadapi baik dalam hal ketertinggalan dan kebodohan atau kelemahan dari bangsa lain dan menjaci solusi terhadap belenggu keterbelakangan itu, Kedua; Umat islam menyadari kembali bahwa universalisme ajaran Islam sangat berguna bagi umat lain, Ketiga; umat islam menyadari bahwa bahwa keterbukaan sikap dan toleransi merupakan kebutuhan kemanusiaan. Peristiwa Isra’ menyadarkan manusia akan proses transformasi perubahan mnuju perbaikan itu sangat penting. Tak dapat dipungkiri, transformasi global terus bergulir menuju puncak peradaban yang sangat maju, hingga melahirkan era society 0.5 seperti saat ini.Masyarakat 5.0 adalah suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human centered) dan berbasis teknologi (technology based) yang pertamakali dikembangkan oleh Jepang. Konsep ini lahir sebagai pengembangan dari revolusi industri 4.0 yang dinilai berpotensi men-degradasi peran manusia. Melalui masyarakat 5.0, kecerdasan buatan (artificial intelligence) akan mentransformasi big data internet pada segala bidang kehidupan (the Internet of Things) termasuk dalam kehidupan beragama. Kecerdasan buatan akan menjadi suatu kearifan baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia dan membuka peluang dan tantangan tersendiri bagi kemanusiaan. Diantara peluang dalam transformasi ini akan membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Bersesuaian dengan konsep islam bahwa transformasi menjadi syarat kebangkitan ilmu pengetahuan untuk menjelaskan penghayatan dan peningkatan iman dan ikhsan. Di sini jelas bahwa ilmu pengetahuan dalam arti kecerdasan sangat mutlak diperlukan. Tanpa kecerdasan iman sulit untuk menjelaskan dan menghayati nilai-nilai agama dalam kehidupan, baik dalam masyarakat, keluarga maupun kehidupan individu. Disini fungsi masjid sebagai transformasi nilai sangat dibutuhkan terutama dalam lembaga informal keluarga.Fungsi ini dilakukan diantaranya dengan; Pertama; Orang tua wajib tampil sebagai pendidik utama dan memberi contoh toladan yang baik. Metode yang baik dalam keluarga adalah lewat contoh dan pembiasaan (habituation). Kedua Orang tua sebagai pemberi motivasi baik yang bersifat verbal maupun non-verbal. Upaya orang tua untuk memotivasi anak untuk ibadah dan belajar tidak cukup hanya dengan perintah dan larangan. Namun harus diikuti oleh sikap nyata yang dipraktekan langsung sebagai model. Ketiga; Orang tua harus menjadi fasilitator dalam mewujudkan peradaban ilmu dalam keluarga. Keempat; Orang tua harus bertindak sebagai penyaring informasi dalam keluarga. Penyaringan informasi itu diperlukan agar kita dapat memilikh informasi yang bermanfaat dan yang tidak sehingga tidak menimbulkan mudhrrat dalam keluarga. Misi kedua adalah Mi’raj yaitu misi suci yang sarat dengan petunjuk-petunjuk gaib dari Sang Pencipta. Rasulullah saw di Mi’rajkan ke Didrat al-Muntaha langsung menghadap Allah swt di ‘Arasy untuk menerima perintah sholat. Di Sidrat al- Muntaha Rasulullah saw, menyaksikan kebenaran (al-Haq Mirrabikum) dan menerima rahasia kehidupan yang sesungguhnya. Misi ini adalah misi penghambaan (bi-‘abdihi) yang dibangun diatas keta’atan dan keshalehan. Allah swt memberitahukan kepada Rasulullah segala rahasia melalui percakapan langsung karena sudah sampai kehadirat-Nya yang Maha Agung.Dalam kitab Durat an-Nashihin di ceritakan dalam Hadits yang cukup panjang, namun penulis jelaskan hanya beberapa kutipan Hadits saja; Di Sidrat al-Muntaha Rasulullah saw, mengenal Allah dengan dekat. Disanalah Rasulullah saw, menerima firman Allah secara langsung, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudari, bahwa beliau bertanya kepada Rasulullah saw, tentang peristiwa yang dialami beliau malam itu sebagaimana dalam hadits qudsi Rasulullah saw, bersabda; ...”tibalah aku (Muhammad,saw) pada akhirnya di depan Arasy, Aku memberi salam dengan mengucapkan; “Segala penghormatan, sholawat dan puji-pujian bagi Allah”.Allah berfirman: “Salam, serta rahmat dan barokah Tuhan bagimu, “hai Nabi-Ku” yang aku balas dengan kata-kata: “Salam bagi kami serta hamba-hamba Allah yang shaleh”,lalu Allah swt berfirman kepadaku;” Hai Muhammad!, Aku telah menganggapmu sebagai kekasih sebagaimana Aku menganggap Ibrahim,as sebagai Khalil-kawan dekat-, Aku telah bercakap-cakap pada-mu sebagaimana Aku telah bercakap dengan Musa,as. Aku menjadikan ummat-mu sebaik-baik ummat pertengahan, terdahulu dan terakhir, maka terimalah apa yang Aku berikan kepada-mu dan jadilah dari orang-orang yang bersyukur. Kemudian kepada-ku dan kepada ummat-ku diperintahkan melakukan sholat lima puluh kali tiap hari dan dengan demikian, selesailah tugas-ku menghadap Tuhan Azza wajalla.- singkat Riwayat, berkali-kali Rasulullah saw, minta keringanan akhirnya di tetapkan menjadi lima kali sehari semalam.”Dalam percakapan Allah SWT dengan Muhammad SAW, diatas, dapat dijelaskan bahwa sholat lima waktu adalah perintah suci kepada Rasulullah SAW, dan kepada ummat-nya. Sholat adalah kewajiban agung dan jalan puncak untuk mengenal Allah SWT. Kita di wajibkan sujud di hadapan Allah SWT, seakan-akan di Sidrat al-Muntaha. Untuk bisa sampai ke Sidrat al-Muntaha hanya dengan kesucian zahir dan bathin. Inilah barangkali rahasianya mengapa sulit untuk sholat khusu’ karena kita masih di dunia bukan di Sidrat al-Muntaha. Kita belum bisa mensucikan zahir dan bathin kita dalam sholat. Manusia tidak diperkenankan hadir di depan Sidrta al-Muntaha kecuali dengan membawa hati yang suci dan tubuh yang bersih. Sidrat al-Muntaha berasal dari Bahasa Arab yaitu; “Sidrat” yang artinya pohon atau tanaman, “Muntaha” adalah “tempat akhir atau batas akkhir”. Dengan demikina dapat di katakan bahwa Sidrat al-Muntaha adalah suatu tempat yang sangat tinggi dan mulia bagaikan pohon dimana Rasulullah saw menemukan ketenangan dan keteduhan batin.Di sana Allah SWT memberikan perintah suci ( sholat) yang menentukan akhir kehidupan umat manusia. Dalam surat an-Najm ayat 14, Allah swt menjelaskan:”Yaitu di Sidratil Muntaha” ( Qs.An-Najm. 14). Pohon sidrat al-muntaha ini berada di langit ke enam, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih. Terdapat pendapat mengatakan bahwa pohon ini merupakan batas terakhir yang diketahui oleh makhluk, adapun setelahnya tidak ada yang dapat mengetahui. Di sisi pohon itu (Allah paling tahu tentang hakikat pohon itu) di tempat paling tinggi di langit, yaitu di langit ke-enam sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih. Al-Muntaha adalah tempat pemberhentian. Dikatakan: “Disanalah batas pengetahuan para makhluk”. Di sampingnya ada surga dimana ruh-ruh orang-orang mukmin yang bertakwa bersemayam. Sholat adalah mirajnya orang beriman. Sebab itu setiap kali kita sujud di hadapan Allah sejatinya kita sedang berada di Sidrat al-Muntaha. Kita berhenti sejenak untuk berbisik-bisik dengan Allah Yang Maha Suci. Kita tinggalkan dunia yang fana, kita masuk dalam dunia ruhul quddus. Disanalah kita menjadi hamba Allah yang sesungguhnya. Karena Mi’raj merupakan perjalanan dimensional yang bersifat spiritual, maka hanya orang yang berprediket “hamba Allah” yang dapat menikmati perjalanan itu. Disana kita diminta meninggalkan sementara sifat-sifat duniawi dengan membawa sifat-sifat ukhrawi. Sholat adalah pristiwa gerak lintas dimensi. Orang yang melakukan sholat berarti sedang bergerak menuju Allah swt, melintasi dua dimensi alam sekaligus yaitu alam syahadah (dunia) dan alam gaib. Dalam alam itulah manusia menyadari kebesaran Allah swt tanpa batas. Ilmu pengetahuan tidak cukup untuk menjelaskannya. Dimensi gaib adalah peradaban di langit yang wajib kita Imani.Untuk menjangkau dan mengenalnya hanya dengan mentradisikan sholat lima waktu di bumi. Sudah saatnya kita merevolusi cara sholat kita dengan meningkatkan kecerdasan iman yang tepat sebagaimana yang dialami Rasulullah saw di Sidrat al-Muntaha. Kita jadikan sholat sebagai kebutuhan dalam hidup. Melakukan sholat adalah mentradisikan peradaban langit di bumi. ***