Artificial Intelligence (AI) Dalam Pendidikan

Artificial Intelligence (AI) Dalam Pendidikan

Oleh: Dr. H.Muhammad Nasir, S. Ag., M.H., Kakan Kemenag Anambas

Baru-baru ini dunia pendidikan kita dihebohkan oleh perkembangan teknologi aplikasi yang di kembangkan oleh Open AI, sebuah perusahaan teknologi Amerika Serikat (AS) berupa ChatGPT.

Aplikasi ini merupakan implikasi dari Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. ChatGPT merupakan platform digital berbasis teknologi transformer yang dapat memprediksi probalilitas kalimat, atau kata dalam suatu percakapan ataupun instruksi teks (Ahmad M.Ramli;2023).

Pengguna ChatGPT dapat mengetahui dan menemukan apa saja yang dipertanyakan melalui platform yang tersedia menyangkut dengan kebutuhan manusia.

Dalam pendidikan, seseorang atau anak didik sering kali menjumpai berbagai ide dan teks yang menimbulkan masalah dan menantang saat menyelesaikan latihan pembelajaran dan proyek penelitian. Dalam situasi ini, ChatGPT hadir seakan telah menggantikan peran guru sebagai motivator dan sumber pengetahuan utama serta mengecilkan fungsinya sebagai sumber atau pelatih pembelajaran.

Singkatnya, ChatGPT telah menjadi sumber informasi dan perpustakaan yang komprehensif yang sangat canggih yang dapat menanggapi pertanyaan dan memenuhi kebutuhan manusia atau anak didik.

Pendidikan adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar. Melalui pendidikan potensi yang dimiliki anak didik dapat dikembangkan. Proses yang paling utama mengembangkan potensi tersebut adalah dengan melatih dan pembiasaan (habituation) melalui tindakan literasi secara maksimal. Dengan melakukan analisis, menemukan sendiri dengan penerapan fungsi otak untuk memahami dan mendalami ilmu pngetahuan adalah bentuk yang sangat potensial. Melalui pengasahan dan latihan berpikir, otak manusia akan terbiasa menelaah secara mendalam (deep learning) sehingga kecerdasan akal mudah tumbuh dan berkembang.

Dari proses tersebut akan tumbuh kecerdasan manusia secara alami (natural intelligence), yaitu kecerdasan yang mengalir dari dalam diri manusia itu sendiri.

Berbeda dengan kecerdasan buatan (AI). Kecerdasan buatan dapat membantu manusia untuk melatih kecerdasan alami dengan penggunaan yang tepat dan bijak. AI hanyalah alat atau media yang mempermudah manusia untuk mengembangkan potensi diri. Akan sangat berbahaya jika AI sepenuhnya diandalkan untuk menemukan dan menganalisis pengetahuan secara membabi buta tanpa menggunakan imajinasi dan analisis melalui otak sebagai potensi manusia atau anak didik.

Pada intinya, kecerdasan buatan (AI) adalah bidang ilmu komputer yang berfokus pada pengembangan sistem yang mampu menjalankan tugas-tugas seperti pengenalan ucapan, pengambilan keputusan, pemrosesan bahasa alami, dan pembelajaran berbasis pengalaman yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia. AI dibuat untuk meniru pemikiran dan proses pembelajaran manusia, dengan menggunakan komputasi, data, dan algoritma yang kuat.

AI mampu melakukan prediksi dan pengambilan keputusan secara independen, pengenalan pola, dan analisis data yang ekstensif. Intinya, kecerdasan buatan (AI) adalah alat yang memfasilitasi pekerjaan manusia dan membantu orang mencapai tujuan. Dalam kontek pendidikan tentunya akan membantu dalam proses pencapaian tujuan pendidikan.

Pendidikan merupakan lembaga formal yang berfungsi membentuk dan membangun karakter manusia yang berilmu pengetahuan, berakhlak mulia dan cerdas membaca tantangan ataupun peluang dalam kehidupan. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu membutuhkan strategi yang tepat untuk mewujudkannya. Strategi dan metode dalam mencapai tujuan pembelajaran menggunakan media sebagai alat bantu proses belajar mengajar. Disini peran guru sangat penting, ia menjadi sosok manusia utama sebagai pelaksana sekaligus sebagai media yang paling menentukan dalam pembelajaran. Namun dalam literasi pendidikan modern saat ini, ChatGPT seperti yang kita gambarkan diatas, telah menjadi media non manusia yang tak terkalahkan seakan dapat menggantikan peran guru.

Secara psiko-moral guru berperan sebagai rool model yang tergambar dalam perilaku social yang kasat mata. Disini nilai-nilai persamaan dan kerjasama dapat tertanam. Sebagai rool model guru adalah manusia yang memiliki jiwa dan perasaan. Pergaulan dan komunikasi yang terjadi dalam peoses pembelajaran akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada pada guru.

Disamping itu guru dalam pendidikan diyakini sebagai sentral utama dalam memotivasi membangun nilai-nilai melalui komunikasi interaktif dengan anak didiknya. Dalam aktivitas mengajar guru menjadi model dalam berfikir, berbahasa dan berbicara melalui emosi dan tindakan. Dalam hal ini pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses penanaman nilai dan perilaku bagi siswa.

Jadi, guru adalah media dalam bentuk manusia yang memiliki kehendak batin yang mewakili isi hati dan perasaan dalam menyampaikan pesan moral pendidikan. Disinilah hakikat guru sangat urgen dan tidak dapat digantikan oleh media apapun. Walaupun kecanggihan media non manusia sudah melebihi peran guru dalam penanaman dasar ilmu pengetahuan namun peran guru sebagai penanaman nilai dan peletak dasar perkembangan emosi dan perasaan bagi anak didik tidak dapat digantikan dengan media secanggih apapun.

Oleh sebab itu AI yang telah mewarnai dunia pendidikan modern kita hari ini memiliki peluang dan tantangan dalam membangun generasi peradaban bangsa di masa depan.

Nah, dalam kontek tersebut artikel singkat ini penulis menjelaskan bagaimana pendidikan menghadapi perkembangan tehnologi digital AI di era modern yang sedang kita jalani yaitu:

Pertama, Potensi AI sebagai media non-manusia.

Potensi AI sebagai media non-manusia dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya dan bahkan terus berkembang di berbagai bidang. Sebagai media non-manusia, AI berperan sebagai perantara atau alat komunikasi, informasi, dan ekspresi yang tidak berasal dari manusia secara langsung, namun mampu menjalankan fungsi seperti manusia bahkan dalam beberapa aspek dapat melampauinya. Fungsi ini memiliki dampak yang sangat besar.

Secara umum berikut beberapa dampak utama tehnologi digital AI;

1). Mempertajam fungsi media Informasi dan komunikasi dalam pendidikan. AI dapat menjadi penyampai informasi yang netral, cepat, dan dapat disesuaikan. Contohnya Chatbot berita, asisten virtual (seperti ChatGPT), dan voice assistant (seperti Siri dan Alexa) yang menyampaikan informasi layaknya manusia. Dampak yang lain bahwa media massa dapat memanfaatkan AI untuk menyajikan berita secara otomatis dan personalisasi berdasarkan minat pengguna.

2). Media Edukasi dan Pembelajaran. AI dapat menggantikan peran guru atau tutor dalam beberapa konteks. Umpamanya dalam platform belajar berbasis AI seperti Khan Academy dengan asisten AI, atau Duolingo. Hal ini dapat menjadikan pendidikan di daerah terpencil atau kekurangan tenaga pengajar bisa ditopang oleh media AI.

3). Media Hiburan dan Kreativitas. AI digunakan untuk menciptakan musik, seni, film, cerita, bahkan tokoh virtual. Contohnya karakter AI seperti Kizuna AI (VTuber), AI-generated music/art (DALL•E, Sora), dan film pendek dari AI. Industri hiburan bisa lebih efisien dan eksperimental, menjangkau audiens baru.

4). Media Sosial dan Interaksi Sosial. AI dapat menjadi teman bicara, konselor virtual, atau bahkan influencer digital. Umpamanya AI influencer seperti Lil Miquela atau Replika (teman virtual). Memberikan dukungan emosional, membangun komunitas virtual, dan memperluas jangkauan kampanye sosial atau merek.

5). Media dalam Pelayanan Publik dan Pemerintahan. AI bisa menyampaikan layanan dan kebijakan secara efisien dan real-time. Umpamanya AI di layanan pelanggan, pelayanan pajak otomatis, hingga pengingat kesehatan masyarakat seperti transparansi, kecepatan, dan efisiensi dalam komunikasi antara pemerintah dan warga.

Sebagai media non manusia, AI banyak menawarkah fungsi-fungsi proses edukasi yang dapat membantu pengembangan metode pembelajaran. Disini AI menjadi disiplin ilmu pengetahuan yang mendukung pencapaian tujuan pendidikan.

Secara khusus, jika merujuk kepada rilis CSU Global (2023) maka terdapat beberapa fungsi AI dalam pendidikan yaitu:

1. Machine Learning Fungtion (Fungsi Pembelajaran Mesin). Fungsi ini memungkinkan sistem komputer, program atau aplikasi belajar secara otomatis dan mengembangkan hasil yang lebih baik. Fungsi ini adalah untuk menemukan pola dalam data, mengungkap wawasan dan meningkatkan hasil tugas apapun, yang telah ditetapkan untuk dicapai oleh sistem. Disini tujuan pembelejaran mudah di pahami, tujuan pembelajaran dan hasil belajar dikembangkan dengan wawasan yang luas sehingga mutu pembelajaran lebih muda dicapai.

2. Deep Learning Fungtion (Fungsi Pembelajaran Mendalam). Fungsi ini merupakan jenis pembelajaran mesin khusus yang memungkinkan AI untuk belajar dan meningkatkan proses data. Dalam fungsi ini AI berbicara tentang penggunaan syaraf tiruan yang meniru jaringan syaraf biologis di otak manusia, utuk mempeorses informasi, menemukan koneksi antar data, dan menghasilkan kesimpulan atau hasil berdasarkan penguatan positif dan negatif. Melalui fungsi ini AI memberikan penjelasan peningkatan fungsi kecerdasan otak manusia dalam menemukan ilmu pengetahuan melalui pengolahan informasi.

3. Neural Networks Fungtion (Fungsi Jaringan Syaraf). Fungsi ini menyajikan tentang proses analisis kumpulan data berulang, untuk menemukan asosiasi dan menginterpretasikan makna dari data yang tidak terdefenisi. Fungsi ini bekerja seperti jaringan neuron di otak manusia, yang memungkinkan sistem AI mengambil informasi big data, mengungkap pola di antara data dan menjawab pertanyaan terkait. Dari fungsi ini AI menjadi alat interpretasi makna dan data dalam pembelajaran. Belajar akan lebih bermakna dan mudah dirasakan dalam perilaku sosial.

4. Cognitive Computing Fungtion (Fungsi Komputasi Kognitif). Fungsi ini adalah meniru interaksi antara manusia dan mesin. AI memungkinkan model komputer meniru cara kerja otak manusia saat melakukan tugas kompleks, seperti menganalisis teks, ucapan, atau gambar. Dalam fungsi ini AI membangun pola kerja yang efektif dan cerdas untuk menganalisis teks ataupun gambar yang menjadi bahan pembelajaran.

5. Natural Language Processing Fungtion (Fungsi Pemrosesan Bahasa Alami). Fungsi ini adalah pendukung untuk pemrosesan bahasa alami yang memungkinkan komputer mengenali, menganalisis, menafsirkan, dan benar-benar memahami bahasa manusia, baik tertulis maupun lisan. Dalam fungsi ini AI berinteraksi dengan manusia dalam beberapa cara baik melalui input teks ataupun lisan. Dalam fungsi ini AI menjadi media pembelajaran dalam mengenali, menganalisis dan menafsirkan bahasa manusia baik yang tertulis maupun tulisan.

6. Computer Vision Fungtion (Fungsi Visi Komputer).

Fungsi ini memberikan penjelasan tentang kemampuan platform AI untuk meninjau dan menginterpretasikan konten gambar dalam pembelajaran.

Fungsi-fungsi tersebut dilakukan melalui pengenalan pola dan pembelajaran mendalam. Sistem AI dapat mengidentifikasi komponen data visual yang dapat ditemukan di seluruh web yang dipelajari dengan meminta manusia untuk membantu mengidentifikasi inti pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

Melalui fungsi diatas kegiatan belajar mengajar dalam proses pendidikan semakin dapat disempurnakan mulai dari Pendidikan Tingkat dasar sampai di Perguruan Tinggi. Dengan demikian AI sangat berpotensi untuk berkembang menjadi media non-manusia yang seolah-olah menggantikan peran pendidik dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain kecerdasan buatan memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi dalam sistem pendidikan, seperti personalisasi pembelajaran, automasi tugas administratif, dan analisis data untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.

Kedua, Tantangan AI dalam Pendidikan.

Di Erova dan bahkan juga di Asia, para pengamat pendidikan kini tengah memusatkan perhatian pada kesulitan yang ditimbulkan oleh AI di ruang kelas. Hal ini dikarenakan anak didik menjadi semakin bergantung pada penggunaan AI untuk menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.

Siswa ataupun mahasiswa yang mengalami hal ini; akibatnya akan terjadi peningkatan plagiarisme dan penurunan rasa percaya diri dalam kemampuan mereka mengerjakan tugas dan penelitian. Anak didik ataupun mahasiswa lebih memilih menjadi plagiator dari pada mengasah imaniginasinya untuk menemukan hal-hal yang baru hasil karya sendiri.

Prilaku plagiasi dalam pendidikan akan membunuh kreatifitas analisis dan perkembangan imajinatif anak didik dan mahasiswa. Semakin sering mereka menggunakan AI, maka akan timbul rasa malas dalam membaca literatur akhirnya keinginan mengerjakan segala sesuatu secara instan meningkat.

Untuk mengatasi hal itu beberapa upaya untuk mengurangi atau mencegah plagiasi menurut Pratama; 2020); Pertama, institusi pendidikan, dalam hal ini sekolah atau Perguruan Tinggi, perlu memiliki sistem yang mampu mengecek tingkat plagiasi. Kedua, menentukan dan menerapkan sanksi akademik terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan plagiasi. Ketiga, memberikan sosialisasi dan pelatihan terkait dengan aturan penulisan karya ilmiah. Keempat, membekali pemahaman mengenai teknik penulisan yang benar, khususnya terkait dengan materi citasi.

Disamping itu kemampuan anak didik dan mahasiswa perlu ditingkatkan dengan memperkuat kemampuan menyelesaikan tugas tanpa bantuan AI yang secara instan tanpa analisis. Kondisi emosional dalam lingkungan belajar mesti dikelola dengan efektif agar dapat menciptakan kenyamanan bagi anak didik dan mahasiswa. Ciptakan metode pembelajaran yang inovatif dan menarik, sehingga dapat memperkuat keyakinan mereka akan kemampuan diri.

Akibat negatif ketergantungan terhadap AI secara komprehensif membutuhkan solusi yang tegas diantaranya adalah;1) Etika dan bias: AI bisa menyebarkan informasi yang bias jika datanya tidak netral. Hal ini akan merugikan manusia tanpa kecuali. Dalam masyarakat modern hari ini etika wajib dijaga dengan baik. Pengguna AI yang tidak bermoral akan menggunakan dengan sembarangan sehingga dapat menimbulkan penipuan sistematis dan merendahkan eksistensi kemanusiaan.

2) Ketergantungan: Masyarakat bisa terlalu bergantung dan mengurangi interaksi manusia. Ketergantungan kepada AI akan membunuh kreatifitas dan imajinasi manusia itu sendiri. Mereka yang telah memiliki ketergantungan yang kuat sulit untuk melakukan perubahan sebab telah terbiasa menyelesaikan semua kebutuhan dengan instan dan cepat saji.3) Keamanan data dan privasi: Di dunia manapun data dan privasi perlu dijaga dengan baik. Apalagi yang bersifat rahasia tidak mungkin secara bebas orang membaca, menemukan dan apalagi menggunakan data itu dengan tidak bertanggung jawab. AI sebagai media bisa mengakses data pribadi yang sensitif.

Penerapan AI dalam pendidikan juga membawa risiko yang harus dikelola dengan hati-hati, seperti masalah privasi data, bias algoritma, dan dampak pada tenaga pengajar. Jadi AI sebagai media non-manusia bukan hanya pelengkap, tapi juga sebagai aktor baru dalam ekosistem komunikasi dan informasi.

Dengan pengelolaan yang tepat, AI bisa menjadi media yang memperluas akses, memperdalam pemahaman, dan mempercepat interaksi di berbagai bidang. Disamping itu AI bisa menjadi bencana edukasi jika digunakan tidak tepat dalam proses pendidikan.

Walaupun AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi sistem pendidikan, namun juga membawa tantangan dan risiko yang harus dikelola dengan hati-hati. Diperlukan strategi adaptasi yang komprehensif, termasuk pengembangan SDM, penyesuaian kurikulum, dan pengaturan etika penggunaan kecerdasan buatan. Hanya dengan pendekatan yang seimbang, pendidikan dapat memanfaatkan kekuatan AI untuk mencapai transformasi yang positif dan berkelanjutan.

Ketiga, Strategi adaptasi AI

Menghadapi krisis pendidikan, AI menawarkan solusi potensial. Namun, diperlukan strategi adaptasi yang hati-hati untuk mengoptimalkan manfaat dan meminimalkan risiko. Tren dan masalah yang dihadapi dalam sistem pendidikan saat ini, seperti disparitas akses, kualitas yang tidak merata, dan rendahnya angka kelulusan serta lemahnya kratifitas belajar.

Potensi transformatif kecerdasan buatan dalam meningkatkan efisiensi, personalisasi, dan kualitas pembelajaran. Identifikasi tantangan dan risiko dalam penerapan kecerdasan buatan di pendidikan, seperti bias data, privasi, dan keamanan data, penting ditangani secara serius.

Untuk itu, diperlukan strategi adaptasi yang komprehensif, termasuk pengembangan SDM yang memiliki kemampuan memanfaatkan AI dan penyesuaian kurikulum secara seimbang agar dapat mengoptimalkan potensi teknologi tersebut. Dengan pendekatan yang seimbang, pendidikan dapat memanfaatkan kekuatan kecerdasan buatan untuk mencapai transformasi yang positif dan berkelanjutan, namun tetap memperhatikan tantangan dan risiko yang ada. (r)

 

#Umum
SHARE :
Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin

LINK TERKAIT