Paradigma Pendidikan Adab: Upaya Membangun Peradaban Islam Global
Oleh: Dr. H. Muhammad Nasir, S.Ag., M.H., Kakan Kemenag Anambas
Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka (HR.Ibnu Majah), Jika seseorang mendidik anaknya (menjadikan anaknya beradab), maka itu lebih baik baginya daripada bersedekah setiap harinya setengah sha’(HR.Imam Ahmad).Pendidikan adab adalah upaya untuk mengembangkan sikap yang berakar pada nilai-nilai, baik budaya maupun agama, dalam suatu masyarakat. Bentuknya dapat digambarkan sebagai dukungan atau arahan yang disengaja yang diberikan oleh orang dewasa untuk membantu individu dalam perjalanan mereka menuju kedewasaan yang sempurna. Upaya demikian dapat dilakukan melalui pendidikan adab dengan tepat.Pendidikan adab melibatkan bimbingan, saran, atau kepemimpinan yang mencakup faktor-faktor seperti instruktur, siswa, tujuan, dan lainnya sebagaimana pendidikan pada umumnya. Sebab itu, pendidikan adab merupakan peristiwa penting yang mempengaruhi keberadaan manusia dalam kehidupannya.Kemajuan masyarakat global telah menimbulkan tantangan pendidikan yang cukup besar bagi umat manusia, terutama terkait transformasi pendidikan yang beradab. Perubahan dalam pendidikan ini didorong oleh pesatnya kemajuan globalisasi yang telah merambah ke dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan perlu menerapkan berbagai inovasi, kolaborasi dan reformasi untuk mengatasi tantangan tersebut.Globalisasi menurut menurut Anthony Giddens adalah proses yang berjalan dengan kecepatan tinggi yang tidak seorang pun dapat mengendalikannya. Globalisasi merupakan dunia yang lepas kendali (Runaway word) Ibarat sebuah truk besar yang meluncur tanpa kendali dan tidak seorang pun dapat menahan laju truk besar yang bernama globalisasi ini. (Anthony Gidden, 1999)Ciri utama era globalisasi adalah: Pertama, Era yang mengedepankan ilmu pengetahuan sebagai handalan manusia untuk memecahkan problem kehidupannya, dengan demikian abad ini akan melahirkan masyarakat belajar (learning society) atau masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society).Keunggulan manusia atau suatu bangsa akan dikaitkan dengan keunggulan bangsa tersebut dalam bidang ilmu pengetahuan. Kedua, di era ini muncul dunia tanpa batas (borderless world). Sekat-sekat geografis menjadi semu sebagai akibat dari kemajuan ilmu komunikasi dan informasi. Peristiwa apapun yang terjadi di suatu belahan dunia dalam waktu yang hampir bersamaan akan diketahui di belahan dunia lainnya, maka terjadilah pertukaran informasi secara mudah.Dan ketiga, era ini akan memunculkan persaingan global, akan muncul era kompetitif. Untuk menyahuti era kompetitif ini, maka memiliki keunggulan menjadi sebuah keniscayaan. (Haidar Putra Daulay, 2015:)Sementara itu Alvin Tofler (1999), menyebutkan globalisasi merupakan “kejutan masa depan” (future shock) untuk menggambarkan situasi yang membuat manusia terlempar pada suatu kondisi dimana tekanan yang guncangan dan dis-orientasi yang disebabkan oleh hadirnya perubahan dalam waktu yang terlalu singkat.Jadi globalisasi merupakan sebuah fenomena kompleks yang memiliki efek domino atas lajunya modernitas yang memiliki dampak luas terhadap semua dimensi kehidupan umat manusia. Tidak mengherankan, jika istilah, "globalisasi" ini telah memperoleh konotasi arti yang cukup banyak. Di satu sisi, globalisasi dipandang sebagai kekuatan yang tidak tertahankan serta jinak untuk memberikan kemakmuran ekonomi kepada orang-orang di seluruh dunia. Di sisi lain, ia dituding sebagai sumber dari segala penyakit kontemporer yang mematikan identitas budaya dan bahkan agama dalam kehidupan berbangsa.Dua sisi berbeda yang melekat pada globalisasi ini menjadi perhatian serius berbagai bangsa dalam mempertahankan karakter budayanya melalui pendidikan. Dengan demikian bagaimana paradigma pendidikan adab dalam kontek masyarakat global.Diskursus paradigma pendidikan adab dalam konteks globalisasi sesuatu yang sangat menarik dan penting karena topik ini mulai menghilang khususnya di kalangan umat Islam. Saat ini, umat Islam dengan cepat terjajah dalam pikiran pendidikan Barat dan pandangan dunia sekuler (Ahmad, 2001), yang tanpa disadari, umat Islam telah mendistorsi pemikiran mereka dan menyediakan dasar bagi pengajaran praktis (Ismail & Abdullah, 2007). Hal ini menunjukkan rapuhnya dasar moral dan nilai-nilai dalam pendidikan yaitu pendidikan adab masih belum memenuhi harapan.Untuk mengatasi tantangan ini, pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam khususnya harus melakukan langkah strategis secara menyeluruh mengembangkan dan memperkuat kembali paradigma fungsi pendidikan adab yang selaras dengan etika dan prinsip-prinsip moralitas Islam dengan tujuan untuk membangun peradaban masa depan.Pertama, Penguatan sistem & strategi pendidikan adab (strengthening the system and strategy of civilized education).Secara historis, para ahli pendidikan, cendekiawan maupun intelektual muslim telah sepakat mengembangkan pendidikan adab sejak lama. Namun disebabkan oleh bentuk sistem pendidikan Islam khususnya yang mengandung berbagai komponen yang tidak lagi sejalan dengan pemahaman Islam dan seringkali berjalan apa adanya. Akibatnya, kondisi pendidikan adab berada dalam kondisi yang belum memadai. Oleh sebab itu, para pendidik, ulama dan cendekiawan harus mempertimbangkan kembali konsep adab dan signifikansinya dalam pendidikan sebagai langkah untuk menghidupkan kembali dan memperbaharui paradigma pendidikan adab dalam konteks Islam.Kita meyakini bahwa sepanjang sejarah kehidupan manusia, pendidikan telah menjadi landasan penting bagi perkembangan peradaban dunia di berbagai era yang ikut mendorong kemajuan dan perkembangan masyarakat modern. Pendidikan Islam khususnya telah mengalami banyak transformasi dalam metode pengajaran, kurikulum, dan berbagai tujuan pendidikan sebagai respons terhadap dinamika yang terus berubah di sekitar kita.Namun, belum begitu kuat dalam pendidikan adab. Sementara di era global saat ini, kita sedang menghadapi tantangan yang lebih rumit dan beragam daripada sebelumnya. Hal ini diakibatkan oleh merosotnya standar etika manusia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk merenungkan kembali bagaimana pendidikan adab dapat berperan sebagai respons untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kontemporer.Dalam konteks ini, pendidikan adab menjadi penting sebagai elemen kunci dalam mengembangkan individu yang siap menghadapi dan mengarungi tantangan abad ini di dunia modern.Dalam pandangan islam adab memiliki peran sentral dalam pendidikan. Tanpa adab pendidikan berjalan tanpa ruh dan makna. Lebih dari itu, salah satu penyebab utama hilangnya keberkahan dalam dunia pendidikan adalah kurangnya perhatian dalam masalah adab. Az-Zumuji (2013) dalam Syarah Ta’Lim al-Muta’allim, menyebutkan; “Banyak dari pencari ilmu yang sebenarnya mereka sudah bersungguh-sungguh menuntut ilmu, namun mereka tidak merasakan nikmatnya ilmu, hal ini disebabkan mereka meninggalkan atau kurang memperhatikan adab dalam menuntut ilmu”.Oleh sebab itu adab harus menjadi perhatian utama bagi pencari ilmu pengetahuan, agar ilmu yang didapatkan kelak bermanfa’at dan mendapat keberkahan. Ibnu Jama’ah (2008) mengatakan,”Mengamalkan satu bab adab itu lebih baik dari pada tujuh puluh bab ilmu yang hanya sekedar dijadikan sebagai pengetahuan. Disinilah urgensinya pendidikan adab bagi kehidupan manusia.Pendidikan Adab dapat mendorong kerangka pendidikan holistik yang memadukan pertumbuhan pribadi dan etika dengan kemajuan ilmiah. Dengan menekankan pertumbuhan karakter di samping perkembangan kognitif. Strategi ini dapat mentransformasi sistem pendidikan holistic untuk mempersiapkan siswa menjadi pemimpin yang beretika dan warga negara yang bertanggung jawab. Dengan mengeksplorasi kompleksitas masyarakat kontemporer, penerapan paradigma pendidikan adab dapat berkontribusi dalam menciptakan masa depan yang lebih adil, penuh kasih sayang, dan berkelanjutan.Dalam kontek penerapannya diantara strategi pendidikan adab yang harus dikembangkan, adalah dengan memperkuat habituation of manners sebagai berikut; (a) Adab terhadap Allah SWT, (b) Adab terhadap Rasulullah, saw; (c) Adab terhadap diri sendiri, misalnya, 1) adab ketika makan dan minum 2) adab ketika berkendara 3) adab ketika berbicara 4) adab ketika tidur 5) adab ketika mandi 6) adab ketika belajar 7) adab ketika berpakaian 8) adab ketika buang air kecil; (d) Adab terhadap manusia secara umum, meliputi 1) Adab terhadap orang tua 2) Adab terhadap guru 3) Adab terhadap kerabat dekat 4) Adab terhadap istri/suami 5) Adab terhadap anak, 6) Adab terhadap tetangga dan (e). Adab terhadap masyarakat secara umum, (f) Adab terhadap hewan dan tumbuhan. Jadi pendidikan adab merupakan penerapan nilai pendidikan dalam praktik kehidupan nyata sehari-hari melalui pembiasaan secara berkelanjutan, baik dalam sikap perilaku, terhadap pencipta, dalam ilmu pengetahuan, kepada manusia dan kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan.Lebih lanjut beberapa paradigma konsep pendidikan adab yang sangat penting sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan adalah (1) Konsep pendidikan adab menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas dengan menggunakan istilah Ta’dib yang memiliki makna yang luas jika dibandingkan dengan kata-kata yang sering digunakan dalam pendidikan Islam, seperti tarbiyah dan ta’lim. Ta’dib menurut Al-Attas adalah memberi adab, mendidik. Mendidik merupakan upaya menanamkan dan menanamkan adab kepada manusia dalam pendidikan.Melalui istilah ta’dib diharapkan ilmu yang diperoleh dapat mengantarkan manusia menjadi lebih beradab. (2) Implementasi adab dalam pendidikan menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah: a) Menyadari bahwa pribadi/diri terdiri dari dua unsur, yaitu akal dan hewani; b) Melaksanakan/mematuhi norma-norma sosial; c) Menerapkan disiplin; d) Memanfaatkan dan menempatkan sesuatu pada tempatnya; e) Mengenali dan mengakui adanya tempat yang benar dan tepat dalam berkomunikasi, dan f) Membawa adab ke ranah spiritual.Menghadapi tantangan globalisasi tidak terlepas dari pengaruh masyarakat industry baik society 4.0, 5.0 maupun 6.0 yang telah berhasil mengubah dunia dimana teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Sebuah era baru yang menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan sebagainya atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation.Revolusi industri generasi keenam ditandai dengan kemunculan super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Segala sesuatu dalam masyarakat menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas, karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan adab.Paradigma pendidikan adab merupakan upaya penanaman nilai fundamental yang paling utama dan elemen penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebab pendidikan adab bertujuan untuk membangun generasi yang berkeperibadian luhur, memiliki ilmu pengetahuan, kreatif dan inovatif yang berazaskan Islam kepada generasi mendatang.Perlu ditegaskan bahwa Islam memandang pendidikan adab sangat penting untuk menanamkan kesadaran sebagai nilai dasar yang paling utama dan sebagai penentu keberhasilan tujuan pendiidkan itu sendiri. Pendidikan adab merupakan upaya mentransfer dan mentradisikan nilai-nilai budaya Islam kepada generasi muda dimasa depan. Jadi paradigma Pendidikan Adab menekankan pembinaan prinsip-prinsip moral dan etika siswa di samping pembelajaran akademis mereka.Kerangka konseptual ini menyoroti pentingnya mengintegrasikan pertumbuhan spiritual dan intelektual serta mendorong pendekatan pendidikan yang komprehensif. Prinsip-prinsip dasar Paradigma Pendidikan Adab meliputi pembinaan disiplin diri, pengembangan akuntabilitas pribadi, dan peningkatan rasa hormat terhadap sesama. Metode ini berupaya menemukan keselarasan antara pengembangan karakter dan kemajuan pendidikan, dengan mengakui saling ketergantungan di antara keduanya.Kedua; Bangkit dari keterpurukan (rise from adversity).Banyak opini yang berkembang bahwa realitas pendidikan adab secara umum mengalami kemunduran dan keterbelakangan.Terbukti dengan makin maraknya perilaku menyimpang dan kenakalan remaja dan pemuda yang setiap saat viral di medsos. Sementara banyaknya lembaga pendidikan dan pendidikan Islam khususnya dengan berbagai model pendidikan yang ditawarkan, belum mampu menjawab tantangan moralitas global yang terjadi. Hal ini menuntut langkah-langkah inovatif secara konkrit, bukan saja dalam hal kurikulum dan perangkat manajemennya, tetapi juga strategi dan operasional secara efektif dan efisien dalam artian pedagogis, sosiologis, dan kultural. (Arifin, 1991).Mukti Ali menyebutkan, bahwa kelemahan pendidikan adab (berbasis Islam) dewasa ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti kelemahan dalam penguasaan sistem dan metode, bahasa sebagai alat untuk memperkaya persepsi dan ketajaman penafsiran, kelemahan dalam kelembagaan, serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.Disamping itu sejarah menunjukkan bahwa salah satu pengaruh signifikan pada abad ke-19 dan sebagian besar abad ke-21 terjadi tepat setelah penjajah datang dan membangun sistem pendidikan sekuler. Standar budaya yang mengatur akses terhadap sumber daya, kekuasaan, dan status berevolusi tidak hanya untuk mencapai pendidikan ala Barat, tetapi juga untuk mengubah perilaku dan gaya hidup agar sesuai dengan budaya Barat.Dalam model sistem pendidikan ganda, di mana pendidikan publik kontemporer memberikan akses terhadap status dan pengaruh sosial, sementara tawaran sistem pendidikan Islam bagi lulusan semakin berkurang, mayoritas calon elit dan kelas menengah tertarik pada pendidikan sekuler. Lembaga pendidikan Islam muncul sebagai lambang stagnasi dan secara konsisten dikaitkan dengan masyarakat miskin dan pedesaan. Pada akhirnya, pendidikan Islam harus bangkit menghadapi kesulitan, baik secara internal maupun eksternal, akibat sistem yang memengaruhi dunia Pendidikan dalam masyarakat global.Dengan demikian bangkit dari keterpurukan merupakan keniscayaan yang tak dapat diabaikan. Pendidikan adab dapat bangkit dengan memperbaiki system melaui kabijakan dan kolaborasi terpadu dengan seluruh elemen masyarakat.Ketiga; Mengintegrasikan prinsip pokok Pendidikan Adab.Prinsip pokok yang paling utama dalam pendidikan adab adalah nilai spiritual dan moral. Mengintegrasikan pengembangan spiritual dan moral dengan pengetahuan akademis adalah suatu keniscayaan. Disamping itu menumbuhkan kedisiplinan diri, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap orang lain. Memberdayakan siswa untuk mengembangkan nilai-nilai pribadi yang kuat, keterampilan pengambilan keputusan yang etis, dan rasa tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan komunitas mereka.Menekankan pembangunan karakter di samping pertumbuhan intelektual. Memastikan bahwa pengembangan karakter moral dan etika menjadi kepentingan yang sama dan terintegrasi dalam kurikulum akademik dan proses pembelajaran. Mempromosikan pendekatan holistik terhadap pendidikan adab. Mengenali sifat saling keterkaitan dari aspek kognitif, emosional, sosial, dan spiritual dalam pembelajaran, dan memenuhi kebutuhan manusia seutuhnya. Seluruh prisip diatas terintegrasi secara terpadu dalam kepribadian yang utuh.Sejalan dengan perubahan dan dinamika global, pendidikan adab perlu mengadopsi perubahan paradigma lain yang tidak bertentangan dengan dasar pendidikan islam. Tidak hanya cukup untuk melihat pendidikan adab sebagai suatu proses yang berakhir pada tahap tertentu dalam kehidupan; tetapi pendidikan adab harus diintegrasikan sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan seumur hidup atau yang kita sebut sebagai pendidikan berkelanjutan (lifelong education).Konsep pendidikan adab berkelanjutan merupakan respon terhadap perubahan kontemporer dengan menekankan pada pembelajaran yang terus-menerus dan adaptasi terhadap perkembangan global dalam berbagai bidang.Kombinasi antara nalar (intelektual) dan spiritual sangat penting dalam dunia pendidikan, sebagai awal terbentuknya arah baru masa depan pendidikan. Dalam hal ini, penerapan metode pembelajaran yang selama ini dijalankan dalam pendidikan Islam dapat memberikan muatan metode pembelajaran dalam paradigma pendidikan kritis.Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Saybany, terdapat lima metode konvensional yang terdapat dalam proses pembelajaran adab dalam Islam, yaitu: Metode deduktif (kesimpulan), Metode analogi (perbandingan), Metode ceramah, Metode diskusi dan Metode kelompok kecil (halaqah).Kelima metode pembelajaran tersebut tidak kita uraikan disini, tetapi yang jelas adalah keterpaduan pola pendidikan adab dengan pendidikan kritis yang dikembangkan oleh Paulo Freire sebagai metode pembelajaran fungsional sangatlah penting. Terdapat tiga tahapan utama, yaitu: Pertama; Tahapan kodifikasi dan decode (konteks teoritis-konteks konkret). Tahapan ini sangat mirip dengan langkah-langkah penarikan simpulan, perbandingan, dan ceramah dalam metode pembelajaran yang dikemukakan oleh Omar Muhammad al-Toumy al-Saybany.Metode kodifikasi dan dekode merupakan tahapan dalam proses pembelajaran yang mengarahkan kemampuan peserta didik untuk mampu membuat simpulan teoritis dan dapat mewujudkannya dengan melakukan perbandingan antara temuan-temuan dengan teori-teori yang diperoleh sebagai acuan dalam kerangka ilmiah. Hal tersebut juga sejalan dengan paradigma pendidikan Islam yang dianut oleh Murtadha Mutahari, bahwa proses pembelajaran merupakan tahapan untuk mengantarkan peserta didik agar mampu mengambil keputusan sendiri secara langsung dan mampu mengambil keputusan tentang mana yang baik dan dapat diterima. Tahap ini diharapkan dapat melatih kemandirian santri muslim agar mandiri dalam mengembangkan ilmu yang diperoleh dari gurunya. Di tengah masyarakat muslim, tidak ada lagi kebodohan dan kefanatikan buta yang selama ini mengeksploitasi dan berujung pada kemunduran umat Islam.Kedua: Tahap diskusi budaya dimajukan dalam unit problematik kelompok kerja kecil. Metode diskusi dan kelompok kecil yang digagas oleh Omar Muhammad al-Toumy al-Saybany dapat memberikan muatan kritis yang terkandung dalam tahapan diskusi budaya Paulo Freire. Sehingga dari tahap ini dapat dihasilkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa muslim.Sehingga dalam konteks masyarakat muslim yang dewasa ini penuh dengan berbagai permasalahan, dapat segera diselesaikan dengan lahirnya generasi muda muslim. Mereka telah mendidik untuk memecahkan tantangan hidup yang dihadapi oleh umat Islam dewasa ini. Ketiga; Tahap kegiatan budaya, yaitu tahap praksis aktual, di mana setiap tindakan anak didik baik secara individu maupun kelompok, dapat menjadi bagian langsung dari realitas.Dalam Pendidikan adab harga diri anak didik, menjadi tolok ukur yang mempengaruhi kesadaran setiap orang.Tingkat kesadaran diri mengantarkan seseorang memiliki pengetahuan tentang kesadaran, pemahaman tentang dirinya, lingkungannya, dan Sang Penciptanya. Walaupun kesadaran itu sangat dipengarui oleh berbagai factor baik internal maupun eksternal.Diantara faktor globalisasi yang mempengeruhi kesadaran itu adalah kebingungan eksistensial, menurut Mahmood Nazar (2001), kebingungan ini terjadi karena tantangan yang ditimbulkan oleh filsafat dan ilmu pengetahuan Barat Modern, termasuk teknologi dan ideologinya.Tantangan-tantangan tersebut mengancam nilai-nilai, perilaku, pikiran, keyakinan, dan cara hidup manusia sehingga berevolusi dengan keinginan pandangan dunia sekuler seperti sekarang ini. Dari sini Pendidikan adab harus dilakukan melalui inovasi lingkungan secara berkelanjutan, sehingga Pendidikan adab tidak berhenti menjadi pembiasaan sesa’at tetapi menjadi pendidikan yang berkesinambungan dan berkelanjutan.Pendidikan adab berkelanjutan dilakukan dalam bentuk peningkatan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan masa depan. Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi seperti perubahan ekonomi yang didorong oleh teknologi, keterampilan pemecahan masalah, kreativitas, keahlian teknologi, dan literasi digital menjadi alat kritis dalam berinovasi.Pendidikan berkelanjutan mencoba untuk menyelaraskan diri dengan tuntutan pasar kerja yang terus berubah, memberikan individu kemampuan untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan mereka sepanjang hayat. Dan Keempat, memelihara potensi budaya lokal masyarakat sekaligus menjadi jembatan komunikasi budaya dengan tetap berpegang pada ruh adab dengan kuat. Pendidikan adab harus mulai berbenah diri dengan menyusun strategi agar mampu menghadapi dan mampu menjawab tantangan perubahan tersebut; jika tidak, maka pendidikan adab tidak akan berdampak dalam persaingan global.Maka dalam menyusun strategi penyelesaian masalah perubahan, sekurang-kurangnya harus memperhatikan beberapa ciri, yaitu: (a) Pendidikan adab hendaknya lebih berorientasi atau “lebih menekankan pada usaha belajar (learning) membiasakan dari pada mengajar (teaching) kebiasaan. (b) Pendidikan adab dapat “diorganisasikan dalam struktur yang lebih fleksibel” dan modern.Keempat: Penguatan peran adab dalam pergaulan global.Penguatan peran Adab dalam pergaulan global berfungsi sebagai jembatan antara Ilmu dan Amal. Artinya adab memainkan peran krusial dalam menghubungkan antara ilmu pengetahuan dan amal perbuatan. Konsep ini berakar pada prinsip bahwa pengetahuan tidak hanya untuk dipelajari tetapi juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang benar dan etis.Adab berfungsi sebagai landasan moral dan etika untuk memastikan bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya dipahami secara teoritis tetapi juga diterapkan dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai agama (Minarti, 2022). Dalam konteks ini, adab mencakup: a) Integritas Pengetahuan. Ilmu yang dipelajari harus diterapkan dengan cara yang jujur dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Adab membantu memastikan bahwa pengetahuan digunakan untuk tujuan yang bermanfaat dan tidak disalahgunakan. b) Kepatuhan terhadap Nilai Moral Pengetahuan harus diterapkan dengan memperhatikan norma-norma etika dan moral. Adab memastikan bahwa tindakan berdasarkan ilmu pengetahuan mencerminkan kebaikan, keadilan, dan integritas.Disamping itu pengembangan karakter melalui pendidikan Adab juga sangat penting. Karena adab sangat berkontribusi pada pengembangan karakter individu yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga baik dalam perilaku dan akhlak. Pendidikan adab mengajarkan siswa untuk menunjukkan sikap yang sesuai dalam interaksi sosial, seperti kesopanan, tanggung jawab, dan empati (Ferihana & Rahmatullah, 2023).Hal ini penting untuk menerapkan ilmu pengetahuan secara efektif dalam masyarakat. Adab dapat menanamkan disiplin diri dan kesadaran diri yang membantu individu mengelola pengetahuan mereka dengan bijaksana dan mengaplikasikannya dengan cara yang sesuai. Penerapan amal yang sesuai dengan ilmu pengetahuan harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip adab.Prinsip tersebut mesti melibatkan praktik yang bermanfaat dengan menggunakan ilmu untuk berbuat amal yang memberikan manfaat nyata bagi diri sendiri dan masyarakat. Adab memastikan bahwa amal dilakukan dengan niat yang benar dan tidak hanya untuk kepentingan pribadi. Tindakan amal harus dilakukan dengan mematuhi etika dan nilai-nilai moral.Adab membantu memastikan bahwa amal tidak hanya bermanfaat tetapi juga dilakukan dengan cara yang etis dan sesuai dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu antara antara Ilmu dan Amal harus serasi dan saling mendukung dan memperkuat. Menjaga keseimbangan antara pengetahuan dan tindakan. Ilmu pengetahuan tanpa amal tidak lengkap, sedangkan amal tanpa pengetahuan dapat menjadi tidak efektif. Menerapkan ilmu dalam tindakan sehari-hari dengan cara yang mencerminkan adab dan nilai-nilai Islam. Ini memastikan bahwa pengetahuan dan amal berjalan seiring dalam mencapai tujuan hidup yang mulia. Adab berperan penting dalam mengatasi kekeliruan dan masalah sosial dengan mengarahkan penerapan ilmu untuk menghindari kesalahan dan penyimpangan yang dapat timbul dari penerapan ilmu yang tidak beradab.Kemudian membantu dalam pemecahan masalah sosial dengan cara yang beradab, yaitu dengan mempertimbangkan dampak tindakan terhadap masyarakat di lingkungan global.Dengan demikian pendidikan adab diterapkan dengan mengintegrasikan nilai-nilai adab dalam kurikulum untuk memastikan bahwa siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan tetapi juga memahami bagaimana menerapkannya secara beradab.Disini pengajar (guru) berperan sebagai teladan dalam menerapkan adab, yang mempengaruhi siswa untuk mengikuti contoh yang baik dalam penerapan ilmu dan amal. Adab berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan ilmu dan amal dengan memastikan bahwa pengetahuan tidak hanya diperoleh tetapi juga diterapkan dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai etika dan moral.Dengan mengintegrasikan adab dalam pendidikan, individu dapat mengembangkan karakter yang baik, menerapkan ilmu dengan bijaksana, dan melakukan amal yang bermanfaat, menciptakan keseimbangan yang harmonis antara teori dan praktik dalam kehidupan sehari-hari di era globalisasi yang maju dan modern.