Literasi Teologi Demokrasi

Oleh: H.Muhammad Nasir, S.Ag., M.H., Kepala Kemenag Kabupaten Kepulauan Anambas

Kata demokrasi tidak asing di Indonesia. Setiap pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah demokrasi menjadi alat pamungkas abadi yang dieluhkan.

Demokrasi berisikan hak-hak rakyat yang wajib diperjuangkan secara politik. Begitu banyak hak-hak rakyat yang terkandung dalam demokrasi diantaranya hak untuk memilih, berpikir, berekspresi, mengeluarkan pendapat, berkumpul, berorganisasi, mendapatkan pendidikan, pekerjaan, kesetaraan, persamaan kesempatan dan sebagainya.

Hak-hak demikian wajib diperjuangkan terutama oleh pemegang kekuasaan, pembuat dan penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan serta pengontrol terhadap pelaksanaan kebijaksanaan tersebut baik yang dilakukan secara langsung oleh rakyat atau yang mewakilinya melalui lembaga perwakilan.

Demokrasi diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kandungan demokrasi yang paling mendasar adalah penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia yang wajib dipertimbangkan dalam membuat kebijakan dan pengambilan keputusan. Sementara teologi adalah istilah yang berkaitan dengan konsep ketuhanan dalam memahami realitas. Dengan demikian yang dimaksud dengan teologi demokrasi adalah memahami nilai ketuhanan dalam kontek kehidupan demokrasi.

Manusia adalah makhluk spiritual, ia terikat dengan perjanjian primordial yang wajib dipertanggungjawabkan dengan segala konsekuensinya. Kehidupan adalah tempat menguji tanggungjawab yang diperjanjikan itu. Amanah kehidupan melekat pada nilai-nilai universal yang harus dijaga dan diberikan kepada siapapun.

Nah, salah satu fungsi demograsi adalah menjadi wadah yang dapat menjaga hak-hak manusia secara adil agar menusia mendapatkan hak yang sama dalam sistem demokrasi sesuai amanah kehidupan. Dalam kontek kehidupan bernegara, spirit demokrasi wajib menjadi aspirasi semua warga untuk mewujudkan dan membangun tata hukum dan sistem hukum yang berkeadilan serta berpihak kepada kepentingan warga masyarakat (baca: manusia), bukan kepada kepentingan lainnya.

Untuk itu, artikel singkat ini mendiskusikan bagaimana moralitas berdemokrasi dalam hal ini adalah teologi demokrasi dapat menjadi dasar yang kuat dalam pelaksanaan pesta demikrasi pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia.

Pertama, Meneguhkan nilai-nilai spiritualitas dalam berdemokrasi.

Dewasa ini nilai spiritualitas menjadi isu yang menarik banyak kalangan terutama bagi para intelektual khususnya ketika berbicara tentang demokrasi. Para intelektual memandang banhwa nilai spiritualitas tidak dapat dipisahkan dengan konsep demokrasi. Sebab itu dengan mempertimbangkan isu-isu kontemporer yang bersentuhan langsung dengan kehidupan keseharian manusia maka cara pandang baru dalam berijtihad terhadap demokrasi adalah suatu kemestian.

Seiring dengan banyaknya terjadi perubahan dalam setiap lini kehidupan social sebagai akibat kemajuan tehnologi modern, nilai spiritualitas kadang diterjang oleh perubahan dan pergeseran oleh paradigma modern. Penulis memandang bahwa di zaman yang serba berubah ini nilai-nilai teologi wajib menjadi dasar untuk mengembangkan spiritualitas.

Dalam teologi Islam umpamanya para ulama sering menyebutkan bahwa al-Islam shaīihi li kulli zamān wa makān. Begitupun juga nilai-nilai universalisme Islam akan selalu sesuai dengan kemajuan zaman di era manapun.

Menurut Dr.Yusuf al-Qardhawy bahwa Islam adalah suatu sistem yang integral, yang mencakup agama dan negara sekaligus. Artinya dalam konsep teologi terkandung konsep dasar nilai yang harus diyakini dan ditaati yaitu nilai akidah, ibadah, tanah air dan kebangsaan, toleransi dan kekuatan, moril dan materil, kebudayaan dan hukum.

Dalam demokrasi terdapat nilai universal spiritual yang menyangkut dalam berbagai sistem kehidupan; sosial, politik, ekonomi, budaya maupun hukum, namun ketika nilai itu dikaitkan dengan konsep negara tertentu, maka ajaran yang bersifat universal tersebut kadang berbenturan dengan budaya dalam masyarakat yang bersangkutan.

Nah, di Indonesia, misalnya, sebagai sebuah negara dimana penduduknya mayoritas beragama Islam, maka praktek berdemokrasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara lain.

Terdapat banyak paradoks demokrasi yang muncul di permukaan era perubahan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan betapa terjalnya jalan yang harus ditempuh oleh bangsa ini menuju demokrasi yang sesungguhnya. Perjuangan demokrasi akhirnya harus berhadapan dengan godaan-godaan kekuasaan di tengah sejumlah jeratan politik dan ekonomi yang menghadang kehidupan bangsa yang sedang membangun

Demokrasi di Indonesia cenderung memposisikan rakyat dalam penentuan kebijakan negara.

Secara teologis praktik demokrasi seperti ini adalah merujuk kepada nilai universal hak-hak demokrasi. Membatasi hakikat kehendak dan kekuasaan rakyat dalam penyelenggaraan negara adalah kezaliman konstitusi.

Gerakan konstitusional maupun yuridis formal oleh kekuasaan dengan sewenang-wenang merupakan penyelewengan konstitusional. Konkritnya kekuasaan dipergunakan untuk mengubah dan membatasi ruang gerak demokratisasi. Menurut penulis untuk memperkecil adanya peluang penyelewengan konstitusional adalah dengan memperteguh kesadaran teologi demikrasi.

Teologi demokrasi adalah hukum konstitusi negara yang memuat nilai-nilai ketuhanan. Dalam teologi demokrasi terdapat keyakinan bahwa kekuasaan Tuhan adalah kekuasaan mutlak. Setiap warga negara apalagi pemerintah dan para pelaksana kebijakan negara wajib menjunjung tinggi martabat kemanusiaan dan kebangsaan dengan mendahulukan hak-hak ketuhanan dalam menjalankan konstitusi negara. Melanggar konstitusi adalah dosa yuridis yang akan dipertanggung jawabkan secara konstitusi dihadapan hukum dan di hadapan tuhan di akhirat.

Dalam teologi demokrasi terdapat moralitas politik yang wajib dijaga. Konsep liberalisasi yang melekat pada ideologi demokrasi itu mesti diartikan sebagai masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab, yaitu masyarakat yang memiliki aturan main yang jelas sehingga si kuat tidak menindas si lemah. Ini dapat terjadi jika nilai-nilai teologis demokrasi menjadi spirit dalam mengatur segala bentuk kebijakan, baik politik, ekonomi maupun budaya.

Kebijakan yang didasarkan kepada teologi demokrasi akan melahirkan jaminan akan pemberian ruang gerak atau kesempatan yang sama bagi setiap warga negara secara adil untuk melakukan aktifitas kehidupannya, baik dipandang secara ideologi bernegara maupun secara teologi beragama. Barang siapa yang menyimpang dari cara-cara itu maka akan mendapatkan dosa universal dan siksa di akhirat.

Kedua, Memperkuat literasi demokrasi

Memperkuat literasi demokrasi adalah upaya mempertajam dan mendahulukan spirit ketuhanan diatas kepentingan politik. Untuk mengatur kekuasaan diperlukan teologi demokrasi yang kuat. Di dunia manapun jika negara itu menganut system demokrasi, maka dapat dipastikan penguasa negara itu akan mengklaim negaranya sebagai negara demokratis, meskipun nilai yang dianut atau praktik politik kekuasaannya amat jauh dari prinsip-prinsip dasar dan moralitas demokrasi.

Karena sifatnya yang relatif, kita mengenal berbagai tipologi demokrasi seperti demokrasi liberal, demokrasi rakyat, demokrasi proletar, demokrasi komunis, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi parlementer dan lain-lain. Karena konsep demokrasi terus akan mengalami perubahan, baik bentuk-bentuk formalnya, maupun substansialnya pesuai dengan kontek dan dinamika sosiohistoris dimana konsep demokrasi lahir dan berkembang.

Namun dalam pandangan teologi demokrasi ia memiliki nilai dasar yang kuat dari spirit agama. Diantara spirit yang dijadikan nilai dasar adalah musyawarah. Menurut konsep yang dikemukakan oleh al-Mawardi tentang negara, agama mempunyai posisi sentral sebagai sumber legitimasi terhadap realitas politik.

Al-Mawardi mengompromikan realitas politik dengan idealitas politik seperti disyariatkan oleh agama, dan menjadikan agama sebagai alat justifikasi kepantasan dan kepatutan politik. Dalam hal ini teologi demokrasi dikaitkan dengan term musyawarah terutarna abad ke-21.

Sebenarnya teologi demokrasi telah ada jauh sebelum barat mendengungkan ide tentang demokrasi modern, dalam teologi demokrasi telah lahir konsepsi dan aplikasi musyawarah. Hal itu umpamanya dapat dilihat dalam islam pada masa Nabi SAW memimpin negara Madinah dan menjadikan musyawarah sebagai salah satu prinsip kenegaraan.Tradisi seperti ini dipraktekkan pula oleh para sahabat, khususnya para khulafa' al-Rasyidun pada masa kepemimpinan mereka (Zamakhsyari Abdul Majid; 2020).

Dalam konsep demokrasi modern, kedaulatan rakyat merupakan inti dari demokrasi, sedang teologi demokrasi meyakini bahwa ada kekuatan spiritual yang menjadi inti dari demokrasi. Jadi kekuatan spiritual adalah gerakan keyakinan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah landasan teologis demokrasi yang mutlak dan bersahaja. Konsep demikian sesuai dengan yang dikembangkan para cendekiawan belakangan ini dalam mengembangkan teori politik yang dianggap paling demokratis.

Dalam teori teologi demokrasi tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintah yang menegakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual teologis, banyak memberikan perhatian pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Teologi demokrasi dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep spiritual yaitu musyawarah/syura, persetujuan /ijma, dan penilaian interpretative mandiri / jihad (Dian Renanta Sari;2010).

Menegakan amanah kekuasaan dalam rangka menegakkan keadilan adalah amal saleh dan jangan dicampur adukkan dengan ambisi kekuasaan. Konsekuensi logis dari penegakan teologi demokrasi harus berseberangan dengan arti demokrasi yang dipersepsi oleh barat dengan demokrasi liberal sementara teologi demokrasi yaitu suatu pemerintahan demokrasi yang berdasarkan Ketuhanan. Dengan demikian kita berharap persta demokrasi yang akan datang adalah demokrasi yang sarat dengan nilai-nilai moralitas dengan menegakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Aamiin.*

#Umum
SHARE :
Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin

Berita Terpopuler
LINK TERKAIT