Oleh: Dr.H.Muhammad Nasir. S.Ag., MH, Kakan Kemenag Anambas
Menarik untuk membahas gagasan Menteri Agama RI; Prof.Dr.KH.Nasaruddin Umar,MA, untuk mengembangkan kurikulum cinta di tanah air, khususnya di lingkungan madrasah dan pendidikan keagaman. Selama ini, fokus kurikulum pendidikan agama di Indonesia lebih banyak pada pengembangan ilmu, sikap, dan keterampilan, sedangkan pengembangan cinta masih kurang mendapat perhatian. Karena cinta mengandung unsur jiwa dan emosi yang sangat halus yang dapat berkembang menjadi karakter manusia, maka pembinaan cinta dalam diri manusia sangatlah penting sebab di dalam cinta terdapat sikap kelembutan dan kasih sayang. Bagi manusia, cinta adalah energi yang dapat menjadi pendorong semangat ketulusan untuk berjuang dalam segala tindakan untuk mencapai tujuan secara maksimal. Dalam bahasa agama (baca:islam) cinta diartikan dengan “hubb” yang berarti bersih putih (Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah;1870), yaitu kemurnian, kebersihan dan ketulusan. Secara psikologi cinta adalah perasaan yang datang dari dalam diri manusia yang mencerminkan keperibadian yang murni, bersih dan tulus dalam seluruh asfek kehidupannya.Salah satu pilar misi pendidikan untuk menciptakan peradaban yang agung di muka bumi adalah cinta, yang merupakan perekat kasih sayang yang dapat membentuk kepribadian manusia. Menteri Agama mengungkapkan bahwa saat ini Kementerian Agama tengah mencanangkan kurikulum cinta untuk menumbuhkan toleransi dan rasa persaudaraan dalam menghadapi keberagaman, dengan harapan madrasah dan pendidikan agama dapat menjadi lembaga yang melestarikan kerukunan, bukan konflik. Dalam pendidikan Islam, aspek cinta adalah faktor yang sangat mendukung dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Hal ini dapat meningkatkan perilaku moderatik dan memperkokoh kerukunan serta toleransi beragama antar warga bangsa yang tercermin dalam pengetahuan, keterampilan, dan karakter. SDM unggul dapat diwujudkan melalui pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh Kingdom, E.Oriji (2013)“Pendidikan merupakan sektor penting di negara mana pun. Ia menjadi investasi besar dalam pengembangan sumber daya manusia, memainkan peran penting dalam produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang baik di tingkat mikro maupun makro”. Sehingga pendidikan yang baik selayaknya memiliki ruh yang baik, tertata, dan tepat sesuai kebutuhan bangsa. Selanjutnya kebutuhan tersebut dirancang dan ditata pada dokumen pendidikan, yang berupa kurikulum.Dalam arti sempit, kurikulum adalah titik acuan utama bagi guru, terutama dalam mengembangkan kebutuhan negara, di mana hal tersebut dikodekan dalam panduan buku. The curriculum links the macro (officially selected educational goals and content) with the micro (the act of teaching and assessment in the classroom/school), and is best seen as ‘a series of translations, transpositions and transformations’ (Westbrook, 2013).Kurikulum menjadi hal yang sangat urgen dimana pengajar dan pemerintah bisa memiliki benang merah untuk mencapai tujuan nasional yang telah dirumuskan. Kurikulum juga mampu untuk melakukan perubahan tindakan dan juga nilai sikap yang ada di negara tersebut. Termasuk di dalamnya dalam membentuk rasa cinta tanah air dan penguatannya. Dalam kurikulum tertuang sejumlah aspek tujuan, metode dan strategi yang mengantarkan perubahan perilaku bagi setiap anak didik. Asfek tujuan pendidikan yang dituju bersifat komprehensif dan menyeluruh dalam bentuk sikap dan kepribadian termasuk di dalamnya asfek cinta. Pentingnya asfek cinta dalam kurikulum tidak lain karena manusia memiliki jiwa kasih sayang yang dapat mendorong perilaku positif antar sesama manusia. Dorongan cinta akan membangun kebersamaan dan saling menyayangi. Sebab itu perlu dituangkan dalam kurikulum pendidikan sebagai pedoman pembelajaran. Jadi Kurikulum cinta dapat dikatakan sebagai pedoman integral yang mengembangkan kesucian jiwa dan kasih sayang untuk mewujudkan manusia yang berjiwa toleransi dan moderatik. Secara makro kurikulum cinta mencakup seluruh pelaku pendidikan, perilaku pendidik, perilaku anak didik dan perilaku orang-orang yang terlibat dalam pendidikan. Terutama sekali guru sebagai tenaga pendidik utama. Guru adalah kurukulum bergerak sebagai model dalam bentuk ketoladanan. Guru adalah role model dalam segala sikap dan tindakan. Di dalam kurikulum cinta sangat mempertimbangkan lingkungan pendidikan, karena lingkungan ikut mempengaruhi tujuan pendidikan. Menata lingkungan pendidikan, mempersiapkan SDM guru dalam mengembangkan kurikulum cinta adalah bagian dari perencanaan kurikulum cinta. Beberapa asfek pengembangan kurikulum cinta adalah :Pertama; Nilai-nilai persaudaraan. Kurikulum cinta mengembangkan nilai-nilai persaudaraan. Pengembangan nilai tersebut dimulai dengan membangun sikap anak didik dalam memaknai dan merasakan bahwa kehidupan ini dibentuk dengan rasa persaudaraan. Nilai-nilai kebersamaan menjadi perekat batin dan penguat hubungan social antar sesama tanpa melihat perbedaan agama, ras dan suku bangsa.Manusia diciptakan untuk saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Sebagai mahluk sosial sejatinya saling membutuhkan satu sama lain. Proses interaksi sosial mempunyai dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi, syarat tersebut dapat dilakukan secara face to face ataupun dengan cara kelompok dan seterusnya. Kemudian bentuk interaksi sosial dapat melalui kerja sama, asimilasi, akulturasi, akomodasi (coercion, compromise, conciliation, toleration dll ), bahkan dapat melalui pertentangan dan persaingan.Dalam lingkup kontak sosial itulah manusia membutuhkan sikap saling menghargai, menyayangi dan melindungi. Sikap itu dapat tumbuh apabila dibangun atas dasar persaudaraan. Dalam konsep Islam persaudaraan adalah tali pengikat. Saling menjaga dalam kebaikan, saling menguatkan ketika yang lain lemah, saling menasehati, saling menyayangi, saling mengasihi dan saling mencintai. Persaudaraan tidak mengenal batas-batas teritorial, geografis, suku, etnis, ras, maupun warna kulit. Jika persaudaraan diyakini sebagai sebuah bagian terdalam dari agama, maka manifestasinya adalah kedamaian bukan perpecahan dan perseteruan. Persaudaraan dalam Islam begitu tinggi nilainya sehingga persaudaraan di pandang sebagai kekuatan dari nilai agama itu sendiri. Salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia di muka bumi adalah, terjalinnya persaudaraan yang kokoh dan harmonis. Tanpa persaudaraan, kehidupan manusia akan selalu diwarnai pertikaian, pertengkaran dan perpecahan. Mungkin tidak akan pernah ada senyum yang terlihat, yang ada hanya kemarahan dan dendam. Dalam persaudaraan terdapat beberapa akhlaq yang menjadi pondasi kokohnya toleransi dan kerukunan yaitu; Pertama; Akhlak menghargai perbedaan. Pendidikan agama dan keagaan serta madrasah mengembangkan nilai persaudaraan melalui akhlak bertoleransi dengan menghargai perbedaan. Perbedaan tidak menyebabkan sempit hati, melainkan diambil hikmah bahwa dari perbedaan itu akan memperkaya wawasan pengetahuan dan daya kreativitas. Manusia bukan pemilik kebenaran mutlak, hanya Allah yang berhak mengklim kebenaran (al-haqqu mir-rabbika). Manusia hanya memiliki asumsi-asumsi tentang kebenaran melalui tafsir dan pendapat para ulama yang tentu mereka mempunyai daya pikir yang berbeda sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya masing-masing. Namun apa yang menjadi pendapat ulama itulah kebenaran yang wajib kita ikuti. Kita tidak bisa memutlakan urusan ibadah. Kita tidak boleh merasa ibadah kita yang paling benar sementara ibadah orang lain salah ataupun bid’ah. Dalam hal ini terdapat ungkapan yang menarik dari Ibn Hajar al-Haitami yang berkata; “Madzhabunaa shawaab yahtamilu al-khatha, Wa madzhabu ghairinaa khatha yahtamilu al-shawaab”- Mazhab kami benar, tetapi bisa jadi mengandung kesalahan. Mazhab selain kami salah, tetapi bisa jadi mengandung kebenaran.Terdapat kisah yang menarik, suatu ketika Idham Khalid, ketua NU naik haji satu kapal dengan Buya Hamka seorang tokoh Muhammadiyah. Setiap subuh diadakan sholat berjamaah dengan imam sholat bergantian. Ketika Idham khalid menjadi imam, dia berqunut, dan Buya Hamka yang menjadi makmum ikut berqunut. Dalam hari yang lain, giliran Buya Hamka yang menjadi imam, ia tidak berqunut dan Idham Khalid mengikutinya tanpa mengulangi sholatnya. Perbedaan dalam ibadah tidak mengalahkan persaudaraan. Begitulah Islam mengajarkan bahwa persaudaraan itu mempererat ikatan batin tanpa permusuhan bahkan memperkuat rasa cinta antar sesama baik sesama islam maupun sesama manusia yang berbeda agama. Kedua; akhlak menghargai kemanusiaan. Dalam Islam menghargai kemanusiaan menjadi konsekuensi ibadah. Melalui ibadah terjalin hubungan spiritual yang sangat erat dengan Tuhan dan dekat dengan manusia. Hubungan ritual telah menjadi dasar untuk mempraktekan nilai-nilai aktual. Hablumminallah telah memacu diri untuk membuktikannya di tengah-tengah pergaulan hablumminannas. Hubungan dengan Allah yang dilakukan dengan bentuk ibadah ritual menjadi dasar motivasi diri. Sedangkan hubungan dengan manusia telah memacu dirinya untuk membuktikan hidup penuh manfaat bagi manusia lain. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw;“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain”.Salah satu bentuk penghargaan terhadap nilai kemanusiaan, seorang muslim tidak mungkin mematahkan harapan orang lain dengan berbuat khianat. Ingkar janji dan tidak mematuhi komitmen peraturan yang disepakatinya. Sehingga dalam ukuran yang nyata kita harus menunjukan akhlak dimana saja, apakah di jalanan, di perkantoran, di lorong-lorong sempit, bahkan dalam rumahtangga harus tegak disiplin untuk menghargai orang lain. Ketiga; Akhlak menghargai disiplin. Menghargai disiplin adalah mahkotaya umat islam yang dirasakan mulai terbuang. Banyak diantara kita yang merasa bahwa disiplin hanyalah merugikan. Sebab itulah dalam persaudaraan terdapat sikap disiplin yang tinggi agar tindakan social-komunal dan personal kita tidak merusak dan merugikan orang lain. Kedua; Nilai-nilai kasih sayang. Nilai-nilai kasih sayang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan dan pengajaran. Proses pendidikan yang baik dapat mengukir nilai-nilai luhur ke dalam diri manusia. Hal itu dilakukan melalui pendidikan, endapan pengalaman, pembiasaan, aturan, rekayasa lingkungan, dan pengorbanan yang dipadukan dengan nilai-nilai intrinsik yang sudah ada pada diri manusia yang akan menjadi landasan dalam berpikir dan bersikap dan prilaku secara sadar dan bebas. Sebab itu proses pendidikan menurut John Dewey adalah proses membentuk kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional. Nilai-nilai luhur yang dibentuk melalui proses pendidikan menjadi budi pekerti dan moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Nilai-nilai kasih sayang yang di bangun melalui pendidikan adalah bagian penting dari kehidupan manusia yang tak dapat diabaikan. Nilai-nilai tersebut sejatinya menjadi watak dan karakter yang melekat pada diri manusia sebagai hasil pembentukan budi pekerti yang mulia.Oleh karena itu nilai kasih sayang yang tertanam dalam diri itu akan menjadi watak dan karakter yang berisikan kumpulan tata nilai yang membentuk satu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, prilaku yang ditampilkan. Sifat kasih sayang akan menjadi kepribadian yang melekat dan menjadi karakteristik, gaya, ciri khas diri seseorang yang bersumber dari pengaruh lingkungan pendidikan. Kepribadian luhur yang tercermin dalam sikap cinta dan kasih sayang termasuk bagian inti dari pendidikan karakter yang selama ini dikembangkan di Indonesia. Para ahli pendidikan sering menyebut bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang dapat membangun keseimbangan anatara moral knowing, moral feeling, dan moral action.Moral knowing, atau disebut dengan pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan agar manusia mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebaikan sehingga kasih sayang antar sesama tumbuh dalam pergaulan sosialnya. Implikasi dari ketiga moral tersebut akan melahirkan jiwa lembut yang terpancar dalam cinta dan menyentuh setiap kalbu baik dalam keluarga maupun masyarakat. Pancaran cinta dan kasih sayang menjadikan tutur kata dalam pergaulan bagaikan gemercik air yang melantunkan kesejukan, lembut dan menyejukan. Akibatnya sikap perilaku social menunjukan saling hormat dan mencintai. Jiwa mahabbah (kecintaan) kepada sesama lebih dominan bahkan mengalahkan jiwa amarah. Karena sudah tertanam dalam lubuk hati setiap diri sebagaimana sabda Rasulullah saw; “Bukanlah pengikutku, mereka yang tidak menyayangi yang kecil dan menghormati yang tua”.Terdapat lima aspek emosi yang dikembangkan dalam kurikulum cinta yang akan mendorong diri seseorang untuk memjadi diri yang memiliki sikap kasih sayang yaitu:Pertama, Conscince (nurani) hati nurani memiliki dua sisi yaitu, sisi kognitif dan sisi emosional, sisi kognitif yang menuntut seseorang kedalam hal yang benar, sedangkan sisi emosional menjadikan seseorang merasa wajib untuk melakukan hal yang benar. Kedua, Self esteem (percaya diri). Bila seseorang memiliki harga diri atau percaya diri yang sehat, maka ia dapat menghargai diri sendiri. Dan jika seseorang dapat menghargai dirinya sendiri maka ia juga akan menghormati orang lain. Namun, demikian harus diingat bahwa penghargaan diri yang tinggi tidak menjamin terbentuknya karakter yang baik, karena tidak semua penghargaan diri atau percaya diri yang tinggi datang dari karakter yang baik, percaya diri juga bisa tumbuh dari, harta kekayaan, kondisi fisik, popularitas atau kekuasaan. Ketiga, Empathy (merasakan penderitaan orang lain). Adalah kemampuan mengenali, atau merasakan, keadaan yang tenagh dialami orang lain. Empati memungkinkan kita keluar dari diri kita dan masuk ke dalam diri orang lain. Keempat, Loving the good (mencintai kebenaran). Ciri lain dari bentuk kasih sayang yang tertinggi adalah perasaan murni yang tidak dibuat-buat dalam kebaikan. Kebiasaan berbuat baik atau kecintaan anak dalam berbuat baik, akan mengalir begitu saja, bukan dibuat-buat atau terpaksa, anak merasa senang dengan kebaikan dan benci dengan keburukan.Kelima, self control (mampu mengontrol diri). Emosi dapat menghanyutkan akal. Oleh karena itu kontrol diri merupakan salah satu dari pekerti moral yang lahir dari sikap kasih sayang yang dapat mempertahankan akal sehat anak agar tidak terjebak dalam kejahatan. Ketiga; Nilai-nilai kebangsaan. Asfek kurikulum cinta memuat penanaman nilai-nilai kebangsaan. Cinta tanah air bagi segenap bangsa merupakan tuntutan yang tak dapat diabaikan. Maka jika melihat perkembangan sosial masyarakat kita akhir-akhir ini, cinta tanah air lebih bersifat slogan dari pada tindakan, sebab itu pendidikan agama dan keagamaan serta madrasah sangat dituntut untuk mampu membangun sumber daya manusia yang memiliki cinta terhadap tanah air.Nilai-nilai kebangsaan yang sudah mulai luntur itu harus dibangun kembali dengan meningkatkan wawasan kebangsaan yang lebih luas jangkauannya. Kejayaan suatu bangsa lebih ditentukan oleh hasil kerja nyata dan penghargaan oleh para warganya dalam mengolah dan memanfaatkan kekayaan yang ada baik berupa kekayaan alam, kekayaan budaya, kekayaan intelektual dan kekayaan multi suku, ras dan agama. Apalagi saat ini, kejayaan suatu bangsa tidak lagi ditentukan oleh segi-segi kuantitatif bangsa itu, baik yang berkenaan dengan kekayaan alam maupun jumlah warganya. Kejayaan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kulitas Sumber Daya Manusia Bangsa (SDM) itu sendiri. Sumber Daya Manusia tersebut tidak lain adalah warga negara yang berkualitas dan memiliki rasa cinta tanah air dan rasa memiliki terhadap bangsanya. Sebab itu nilai kebangsaan perlu dipupuk dan dikembangkan dalam kurikulum cinta. Akhirnya kita semua berharap gagasan Menteri Agama RI yang ingin mengembangkan kurikulum cinta di tanah air khususnya di lingkungan madrasah dan pendidikan keagamaan segera terwujud agar generasi emas Indonesia 2045 mendatang dapat tumbuh menjadi generasi yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.Aamiin.***