Belajar Rendah Hati, Nasehat untuk Menjauhi Setan Waswas

Belajar Rendah Hati, Nasehat untuk Menjauhi Setan Waswas

Oleh: Dr. H. Muhammad Nasir, S.Ag., M.H., Kakan Kemenag Anambas

Demikian pula orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan apa yang mereka kerjakan (perbuatan dosa itu) sedangkan mereka mengetahuinya. (QS. Ali Imran; 135).

Kerendahan hati bukan berarti rendah diri. Kerendahan hati adalah kualitas terkuat untuk mengatasi ego dalam diri seseorang. Kerendahan hati adalah hasil dari keyakinan yang mendalam. Seseorang yang rendah hati adalah mereka yang mampu mengatasi kesombongannya, dan mereka dianggap sebagai orang-orang yang mulia dalam perspektif Islam.

Dalam bahasa Arab rendah hati dikenal dengan istilah tawadhu, berasal dari kata wadh‟a yang berarti merendahkan, serta juga berasal dari kata “ittadha‟a” dengan arti merendahkan diri. Secara istilah, tawadhu adalah menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan atau tindakan berupa mengagungkan orang karena keutamaannya, dan menerima kebenaran darinya.(Rozak; 2017).

Al-Qur'an menyebut orang-orang yang rendah hati sebagai hamba Allah SWT. Dalam QS. Al-Furqan ayat 63-64, Allah SWT berfirman: "Hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih adalah mereka yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati, dan ketika dihina oleh orang-orang bodoh, mereka menjawab dengan, 'Salam.'" Dan, orang-orang yang mengabdikan malam mereka untuk beribadah kepada Allah dengan ruku' dan berdiri.

Dalam ayat di atas Allah SWT menerangkan sifat-sifat orang beriman diantaranya yang rendah hati. Mereka berhak diberi julukan “hamba Allah Yang Maha Pengasih, penyayang karena ketaatan dan ketinggian akhlaknya yang patut menjadi contoh teladan bagi orang lain. Mereka adalah manusia sejati sebagai hamba Allah yang memperoleh kemulian di dunia dan di akhirat.

Sifat rendah hati akan menjadikan seseorang tulus dalam beribadah. Ia tidak mudah terpengaruh dan merasa amalnya yang paling bagus sehingga ia merendahkan orang lain. Sementara ada orang yang merasa dirinya amat saleh dan menganggap rendah orang lain dibandingkan dengan ibadahnya. Orang seperti itu tergolong orang-orang takabur dalam urusan agama karena amalnya. Adapula orang yang takabur dalam urusan dunia. Menurut Imam Al-Ghazali takabur urusan dunia disebabkan oleh karena nasab (keturunan), harta kekayaan, karena kekuasaan, karena kecantikan, karena banyaknya pengikut atau pendukung.

Untuk menjauh dari sifat takabur, jalan terbaik adalah rendah hati dengan merasa diri kita banyak dosa dan sedikit amalan. Merasa diri banyak dosa bukan berarti kita pasrah dengan kesalahan. Tetapi karena dalam lubuk hati terdapat perasaan dekat dengan Allah swt, karena merasa hina di hadapan-Nya. Hati yang selalu merasa berdosa, adalah hati yang dicintai Allah swt, karena hati tersebut selalu merendahkan diri atau tawaddu’kepada-Nya.

Suatu hari Nabi Musa pergi ke gunung sinai (Bukit Tursina) berdo’a meminta hujan bagi kaumnya Bani Israil. Setelah melantunkan pujian atas segala Rahmad Allah swt, Musa mulai menyapa,”Ya Allah, Wahai Tuhan orang-orang yang beramal baik! Ya Allah Tuhan orang-orang yang beribadah! Ya Allah, Tuhan orang-orang yang berilmu!Ya Allah, Tuhan orang-orang yang bertakwa!” Lalu Allah menyahut do’a nabi Musa,”Labbaik”, Tapi saat Musa menyapa dengan menyebut; Ya Allah, Wahai Tuhan orang-orang yang berdosa”, dia mendapat tiga kali sapaan balik sekaligus, “labbaik, Labbaik, Labbaik”

Nabi Musa as, heran mendengar sapaan balik sebanyak itu, lalu ia bertanya; Ya Allah, mengapa saat aku memanggil-Mu dengan sebutan “Tuhan orang-orang yang berdosa” Engkau menjawab hingga tiga kali?” Allah berkata kepada Musa;”Karena orang-orang berdosa adalah hamba yang paling lemah dan paling tidak memiliki sesuatu untuk dibanggakan. Sementara orang yang beramal baik, beribadah, berilmu, dan bertaqwa semuanya memiliki sesuatu untuk dibanggakan. Mereka memiliki bekal yang memadai untuk menghadapi-Ku. Orang-orang yang berdosa lebih Ku perhatikan dari pada yang lain bila meminta ampunan-Ku, lantaran mereka adalah golongan hamba-Ku yang paling membutuhkan Rahmat dan kasih sayang-Ku. (Musa Kazhim, dkk; 2009)

Salah satu sifat yang paling tidak disukai Allah SWT pada manusia adalah rasa superioritas atas manusia lainnya. Entah itu merasa suci, cerdas, kaya, terhormat, dan sebagainya. Perasaan (emosi) adalah gerakan hati yang paling halus. Namun, jika perasaan itu muncul, perilaku manusia akan menjadi dosa, merusak semua tindakan lainnya. Perasaan adalah ranah di mana sifat-sifat tercela dan terpuji hidup berdampingan secara bersamaan.

Didorong oleh perasaan ini, iblis mulai menyesatkan manusia dari jalan Allah. Selain perasaan itu, para malaikat juga menyebarkan bisikan-bisikan mereka untuk kebaikan umat manusia.

Diantara nama syaitan yang dikenal dalam Islam adalah syaitan Waswas. Dia selalalu bersemayan dalam perasaan hati manusia. Maka dialah meniupkan perasaan waswas itu dalam hati manusia. Dalam Surat An-nas ayat 4-5 di jelaskan Allah swt. “dari kejahatan (setan) pembisik yang bersembunyi (4) yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,”(5)

Dalam kitab Menyerap Energi Ketuhanan, Syarah Do’a Nabi Khidir a.s, Untuk Kejayaan Dunia dan Akhirat, karya Musa Khazhim & Alfian Hamzah; 2009 diceritakan suatu riwayat ketika Surat Ali Imran ayat 135 diatas diturunkan Allah swt, setan Waswas mengasingkan diri ke gunung Tsur yang tertinggi di Makkah. Di sana ia berteriak dengan suara lantang untuk mengumpulkan keturunan dan para sahabatnya. Saat semua telah hadir, dia berkata; “Baru saja turun sebuah ayat (berkenaan dengan mengingat ancaman siksa Allah dan tobat) yang bisa membuat semua tipuan kita sia-sia belaka. Siapakan diantara kalian yang memiliki usul dan jalan keluar untuk mengatasi masalah ini?” Seorang setan angkat bicara,”Aku akan mengajak manusia berbuat dosa ini dan itusehingga pengaruh ayat tersebut akan berkuran.”

Iblis menolak usulan itu, yang lain ikut bersuara, mengusulkan hal serupa dan lagi-lagi iblis menolak. Sampai akhirnya, setan yang bernama Al-Waswas Al-Khannas mengusulkan”memberi janji-janji, iming-iming, dan angan-angan kepada manusia sehingga mereka mudah tergelincir dalam dosa.”Aku katanya, “akan membuat mereka lupa beristighfar dan menjauhkan manusia dari keinginan bertobat dengan bermacam-macam harapan akan rahmat dan ampunan Allah swt.”Iblis segera menerima usulan itu. Lalu berkata:”Mulai sekarang itulah tugas di pundakmu.”

Sejak saat itu, setan Waswas terus menerus menjalankan rencananya, membisikkan kata-kata lembut ke telinga manusia. Salah satunya adalah dengan bergumam tentang luasnya kasih sayang Allah. Bisikan ini dapat menghancurkan siapa pun yang gagal menangkalnya dengan memperkuat rasa takut akan azab-Nya di dalam hati mereka. Orang-orang yang tertipu akan jatuh ke dalam kekufuran, karena mereka tidak menyesali kurangnya rasa syukur mereka atas berbagai karunia yang telah Allah SWT berikan kepada mereka.

Merasa cemas akan dosa itu penting. Pelanggaran dapat mengakibatkan rasa sakit emosional seperti cemburu, iri hati, dan sebagainya. Banyak orang modern tidak menyadari bahwa dosa telah merusak kesehatan mental mereka. Dalam konteks ini, kita sering menyebut diri kita kotor. Keadaan tidak bersih ini disebabkan oleh dosa, yang semakin menjauhkan kita dari sifat-sifat Allah. Untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, seseorang harus menjalani tahapan-tahapan dalam tasawuf diantaranya yang dikenal dengan istilah wara’. Manurut Ibnu Qayyim Al-Zauziyah, dalam Madarijus Salikin membagi sifat wara’ ke dalam tiga tahap.

Pertama tahap meninggalkan kejelekan, Kedua tahap menjauhi hal yang diperbolehkan karena khawatir jatuh pada yang dilarang, dan ketiga tahap menjauhi segala sesuatu yang membawa orang kepada selain Allah SWT.

Orang memiliki sifat rendah hati akan mudah melewati tahap-tahap wara’tersebut. Karena orang-orang yang rendah hati telah terbuka pintu hatinya. Dalam jiwanya terpancar cahaya syukur bagaikan mentari yang hangat menerpa seluruh sudut kehidupannya. Mereka bersuka cita dan bahagia dalam setiap langkah hidupnya. Jiwanya selalu memancarkan kearifan dan benih-benih pengetahuan yang tumbuh karena keluasan batinnya yang tak terbatas.

Orang yang rendah hati adalah orang yang selalu rindu dengan Tuhannya. Dalam bilik hatinya tidak adalagi benci dan dendam. Seluruh hatinya telah penuh dengan perasaan cinta bersama Allah dan Rasulnya. Jiwanya benderang oleh rasa cinta dan sayang kepada sesama manusia dan makhluk-Nya. Cinta membuka mata hatinya dengan lebar untuk memberikan maaf dan menunjukkan kebenaran kepada yang tersesat.

Mereka yang rendah hati memiliki rasa cinta yang sejati. Ibarat matahari yang menebarkan cahaya dan memeluknya dalam hangat kehidupan, tanpa memilih dan memilah. Cinta sejati adalah kebahagiaannya untuk membagi dan memberi. Sebab itu ketika seseorang mengatas namakan cinta tetapi egonya mendengus ingin memiliki, hakikatnya mereka mengkhiyanati cintanya. Untuk itu mari kita belajar rendah hati agar terhindar dari pengaruh setan waswas yang selalu membisikan kejahatan tersembunyi dalam setiap dada manusia. Aamiin. ***

 

#Umum
SHARE :
Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin

LINK TERKAIT