Pasca HaRIF dan Transformasi Diri

Pasca HaRIF dan Transformasi Diri

Oleh: Dr.H.Muhammad Nasir.S.Ag.MH, Kakan Kemenag Kabupaten Anambas 

Hari Raya Idul Fitri, kemudian disingkat dengan HaRIF adalah tradisi islam yang sangat fundamental. Tradisi ini mengandung spirit transformatif yang sangat penting terhadap perubahan prilaku manusia. Sebagai tradisi islam, ia dapat menjadi inspirasi yang meyimpan banyak nilai-nilai dan motivasi pendorong untuk menumbuhkan sikap jujur dan integritas dalam diri manusia.

Secara mendasar terdapat tiga nilai yang dapat tumbuh dan berkembang dalam diri manusia yaitu; nilai-nilai spiritual, sosial dan individual. Ketiga nilai tersebut sangat terasa wujudnya ketiga kita merayakan HaRIF. Nah, bagaimana nilai-nilai dasar itu dapat dikembangkan atau paling tidak dipertahankan pasca HaRIF dalam kehidupan sosial berbangsa dan beragama di Indonesia?

Dalam kontek kehidupan beragama (baca;berislam) di Indonesia terdapat beberapa sikap penting untuk menempatkan kembali spirit HaRIF dalam kehidupan berbangsa dan beragama yaitu;

Pertama; Meletakan ukuran nilai budaya individu. Budaya individu dalam kontek Indonesia adalah budaya local yang dipresentasikan oleh setiap orang. Dalam berbagai latarbelakang suku, adat dan bahasa. Dalam hal ini masyarakat Indonesia tidak saling menonjolkan kesukuan dalam merayakan HaRIF, sehingga nuansa Islamnya sangat kental dan terasa hangat. Saling menghargai orang lain sangat dominan, ini dibuktikan dengan silaturrahmi dan saling berkunjung ke tempat atau rumah-rumah tetangga atau karib kerabat. Budaya ini akan memperkuat nilai-nilai islam sehingga mewarnai kepribadian manusia secara utuh.

Kepribadian manusia sangat ditentukan oleh integritas dan moralitas yang dimilikinya. Orang yang memiliki integritas dipandang sebagai orang yang baik dan tidak mudah terpengaruh oleh bujukan kesesatan. Terkait dengan integritas ini, khusus dalam masyarakat kita tidak asing lagi dan bahkan mungkin telah bosan Sebagian masyarakat mendengarnya. Apatah lagi di dunia birokrat kita saat ini, tidak hentinya medsos menyuguhkan informasi tentang pejabat yang tidak memiliki integritas.

Hilangnya integritas dalam dunia birokrat adalah suatu ancaman bagi bangsa Indonesia. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh kurang tegaknya keadilan dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia, begitu menurut sebagian pengamat politik di negeri ini. Hilangnya integritas tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang biasa. Ia merupakan ancaman yang serius bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa. Sebab itu kebijakan pemerintah mewajibkan setiap kepala daerah dan wakil kepada daerah mengikuti Retret sebelum mereka terjun ke tengah masyarakat. Namun hal itu belum cukup untuk menjamin seorang birokrat memiliki integritas yang baik. Oleh karena itu meletakan ukuran integritas tidak cukup dengan aturan bernegara tetapi harus didampingi dengan kesadaran beragama. Artinya nilai-nilai agama seperti spiritual, moral, sosial dan individual wajib menjadi indicator integritas seorang birokrat atau individu lainnya.

Kedua; Meletakan kembali nilai Fitrah kedalam kepribadian utuh. Dalam nilai-nilai fitrah terdapat unsur-unsur spiritual yang menjadi dasar iman seseorang. Spiritualitas adalah yang paling penting dan utama wajib dibangun terlebih dahulu sebelum membangun unsur moral lainnya, sebab disinilah letaknya kodrat kemanusiaan. Secara kodrati unsur tersebut dapat menjadi energi pendorong perilaku amanah dalam setiap diri seorang. Potensi fitrah merupakan nilai suci penciptaan. Ia ada sejak Allah SWT menciptakan manusia.

Dalam tradisi HaRIF umat Islam Indonesia selalu menyambut bulan sawwal dengan merayakannya. Merayakan HaRIF mengandumg makna yang sangat fundamental. Sebab, sebelum umat Islam menyambut kedatanganya, mereka terlebih dahulu menunaikan ibadah puasa selama satu bulan yaitu di bulan Ramadhan. Selama menjalani puasa mereka mengatur waktu makan, minum dan mengendalikan hawa nafsu di siang hari. Ketika datang waktunya berbuka barulah mereka dibolehkan makan dan minum serta berhubungan suami istri.

Ketika HaRIF datang saat itu kebanyakan manusia merayakan dengan suka cita dan bahkan ada yang melampaui batas sehingga melupakan substansi fitrinya (kesucian) itu sendiri. HaRIF dapat menjadi afektif sebagai momen transformative jika disambut dengan sikap syukur (kesadaran) dan menjadi bencana jika disambut dengan sikap kufur (hura-hura).

Ketiga; Fungsikan HaRIF sebagai energi spiritual. Disaat bangsa Indonesia sedang menata kehidupan bernegara dalam segala bidang, baik dalam lingkup tatanan sosial dan individual, maka sangat tepat jika momentum HaRIF difungsikan sebagai energi inspiratif mendorong spiritualitas umat Islam dalam menggalakkan pembangunan moral dalam masyarakat. Setuju atau tidak, banyak yang beranggapan bahwa saat ini bangsa kita sedang mengalami krisis spiritual yang amat menyedihkan. Masih ada sebagian dari pejabat bangsa ini tidak lagi merasa malu melakukan kejahatan sosial, moral dan kejahatan spiritual (melanggar hukum agama) sekalipun. Hal ini terbukti dengan merajalelanya korupsi di berbagai lembaga pemerintah. Terjadinya kecurangan dan penipuan dalam mengelola ekonomi negara dan usaha kerakyatan. Sampai-sampai ada yang berkomentar “bangsa ini tidak ada lagi yang ditakuti, sebab dengan Tuhan saja tidak takut apalagi dengan hukum buatan manusia”.

Momentum HaRIF dapat menumbuhkan energi spiritual jika masing-masing individu menyadari akan nilai-nilai fitrah yang ada dalam dirinya. HaRIF tidak hanya dilakukan dengan menunjukan kebahagiaan dan kebanggaan diri melalui symbol-symbol material. Umpamasaja dikalangan setiap lebaran terdapat istilah Tunjangan Hari Raya alias THR, pulang mudik dan penampilan serba baru. Ini semua adalah symbol yang bersifat material yang ada dalam HaRIF. Hal itu tentu saja belum menyentuh substansi HaRIF yang hakiki. Idealnya disamping adanya symbol material yang menyenangkan juga melahirkan energi spiritual yang membanggakan.

Terjadinya perubahan perilaku yang mendasar dalam kesalehan beragama, baik kesalehan spiritual, sosial maupun kesalehan individual semakin meningkat.

HaRIF juga memiliki prinsip membangun kepedulian antar sesama yang dibuktikan dengan mensyukuri nikmat melalui berbagi. Dalam hal ini Kementerian Agama RI telah berupaya mendorong masyarakat melalui gerakan paket ramadhan secara Nasional. Tentu sangat diharapkan pasca HaRIF sejatinya melahirkan transformasi diri yang lebih baik bagi setiap orang. Mereka yang telah menyelesaikan rangkaian ibadah Ramadhan dengan baik sejatinya membawa perubahan dalam diri seseorang. Terjadinya transformasi diri dengan kembali fitri atau suci. Kesucian diri ini yang kita kenal dengan fitrah yaitu suatu kecenderungan bawaan alamiah manusia; bertauhid sejak manusia dilahirkan, yaitu tauhid meng-Esakan Tuhan. Kondisi ini menurut Imam Nawawi menyebutnya sebagai kondisi yang belum pasti (unconfirmed state) yang terjadi sampai seorang individu menyatakan secara sadar keimanannya.

Sementara menurut Abu Haitam fitrah berarti manusia yang dilahirkan dengan memiliki kebaikan atau ketidakbaikan (prosperous or unprosperous) yang berhubungan dengan jiwa.

Namun kebanyakan ulama menyebutkan bahwa fitrah selalu diartikan dengan kembali kepada kesucian. Istilah Idhul diambil dari kata Id-addah yang berti kembali, sedangkan Fitri diambil dari akar kata al-fitrah yang berarti suci. Kata ini merujuk kepada Firman Allah dalam Qs,al-A’raf ; 172, serta dalam hadits yang menyatakan bahwa setiap manusia dilahirkan atas fitrahnya, maka orang tuanyalah yang men-Yahudikan dan men-Nasranikan , men-Majusikan atau meng-Islamkan ( HR.Bukhari).

Keempat; HaRIF sebagai energi moral (akhlak). Dalam pandangan ulama Fitrah merupakan kondisi penciptaan manusia yang mempunyai kecenderungan untuk menerima kebenaran. Artinya secara fitrah manusia cenderung dan berusaha mencari serta menerima kebenaran walaupun hanya bersemayam dalam hati kecilnya. Adakalanya manusia telah menemukan kebenaran itu, dan adalanya belum menemukannya disebabkan oleh faktor eksternal (lingkungan) dan interternal (keperibadian) yang mempengaruhinya. Dan bahkan ia dapat berpaling dari kebenaran yang diperolehnya. Kebenaran itu dipandang sebagai perjanjian primordial yang berbentuk dua kalimah syahadat yaitu tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,swt. Apabila kebenaran itu sudah terpancang dalam Nurani manusia maka perilaku manusia akan terbimbing sehingga melahirkan akhlak mulia.

Disini HaRIF berfungsi sebagai energi transformatif dalam diri seorang. Ketika terjadi perubahan dalam diri seseorang maka bathinnya akan merasakan keagungan Allah swt hadir dalam dirinya, sehingga ucapan takbir, tahmid dan tahlil yang dikemandangkan pada malam 1 sawal menyatu dengan hentakan nafasnya. Secara serentak terjadi perubahan mendasar dalam bathinnya. Ia merasa legah dan bahagia karena telah terbebas dari himpitan dosa dan berhasil mengendalikan hawa nafsu selama Ramadhan. Kini ia telah menjadi makhluk suci di hadapan Allah swt. Jiwanya bersih, fikirannya lurus, lisan dan tindak tanduknya jauh dari maksiat dan dosa yang di murkai Allah swt. Antara bisikan bathin dan lantunan takbirnya sejalan dalam langkah hidupnya.

Wajahnya memancarkan cahaya kemenangan (al-fallah), perasaannya telah berubah menjadi perasaan hamba yang yang tak ingin lagi dipisah dengan Allah swt Tuhannya. Malaikat-malaikat mengelilinginya, sohabat andai tolan menyanyanginya dan teman-teman sejawatnya memuji dan mencintainya. Inilah wajah-wajah orang-orang yang telah sampai di hadapan Allah swt, yang diterima ibadah puasanya, dikabulkan taubatnya dan di ijabah do’a-do’anya. Kepada mereka Allah swt mempertegas arah hidupnya yaitu menghadap lurus hanya kepada Jalan Allah swt. Sebagaimana Allah swt berfirman; “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(Q.S Ar-rum: 30)

Alangkah meruginya manusia jika HaRIF tidak membawa perubahan dalam hidupnya. Mereka merugi karena nuraniya mati sehingga perjalanan hidupnya tidak lurus sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Tengoklah sebagian orang-orang di sekeliling kita, apakah dia seorang pejabat, pengusaha ataupun rakyat biasa. Masih banyak diantara mereka yang belum mendapatkan dampak perubahan moral dalam kehidupannya walaupun setiap tahun HaRIF dirayakannya. Jika dia seorang pejabat, masih melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme padahal sudah dilarang oleh agama ataupun negara. Orang seperti itu batinnya masih kotor, dia belum Kembali kepada fitrah. Akibatnya ia tidak takut melakukan dosa dan maksiat kepada Allah swt.

Sementara bagi seseorang yang telah merasakan perubahan dalam dirinya mereka akan mampu mengendalikan hawa nafsu dan selalu mengembangkan watak ketuhanan dengan semangat keikhlasan. Mereka tak obahnya seperti bayi yang dilahirkan ibunya, suci, murni tanpa dosa. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw bersabda; “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, kemudian orang tua-nya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagimana seekor binatang dilahirkan dalam keadaan utuh. Apakah kalian melihat di antara mereka ada yang cacat pada saat dilahirkan. (HR. Muslim)

Akhirnya kita berharap pasca HaRIF dapat meninggalkan dampak perubahan yang lebih baik bagi kehidupan berbangsa dan beragama, terutama perubahan dalam dunia birokrasi kita yang lebih baik kedepan dan dapat pembangunan Visi Indonesia Emas 2045 sebagai cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi negara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan dapat terwujud. Aamiin.***

LINK TERKAIT