Menyerap Energi Ketuhanan di Bulan Ramadhan

Menyerap Energi Ketuhanan di Bulan Ramadhan

Oleh: Dr.H.Muhammad Nasir, S.Ag., M.H., Kepala Kankemenag Anambas

 

Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah;186).

Islam menganjurkan kepada orang beriman untuk selalu memperbaharui taqwa. Bahkan setiap jumat, para khatib diperintahkan dalam khutbah selalu mengajak jamaah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Dan jangan mati sebelum kita benar-benar menjadi orang yang muslim. Begitulah pesan Allah dalam QS. Ali Imran ayat: 102; Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (Qs.Ali-Imran. 102).

Ajakan untuk meningkatkan taqwa adalah salah satu bentuk menuju transformasi ruhaniyah agar kembali kepada kesucian batin yang telah dikotori dengan noda maksiat dalam kehidupan. Dalam satu tahun atau dua belas bulan waktu yang disediakan Allah SWT, untuk beraktivitas di dunia, tentu saja banyak dosa dan kesalahan yang kita lakukan. Kesalahan dalam dosa termasuk maksiat yang dimurkai Allah SWT. Melakukan maksiat sama saja dengan menentang Allah SWT. Bentuk penentangan ini dapat berupa memperturutkan hawa nafsu sementara hawa nafsu dapat merusak nilai suci keimanan. Sebab itulah hawa nafsu wajib dikendalikan.

Islam menganggap pengendalian hawa nafsu merupakan perjuangan yang berat yang bernilai jihad di hadapan Allah SWT. Di bulan Ramadhan di dalamnya terdapat perintah berpuasa adalah salah satu bentuk perintah melakukan transformasi spiritual yang dibangun diatas kesadaran dan pengendalian hawa nafsu. Sebagai bulan mulia ia menjadi sarana bagi orang-orang yang beriman untuk memperkuat ketaqwaan kepada Allah SWT. Di dalam bulan itu Allah SWT menebarkan Rahmat-Nya di bumi yang diperuntukan bagi orang yang melakukan puasa Ramadhan.

Disamping itu, puasa di bulan Ramadhan merupakan sarana korektif untuk mengetahui apakah hati orang yang beriman masih bergetar ketika mendengar firman-firman Allah SWT dibacakan di bumi. Apakah cahaya wahyu masih bisa menembus bathin yang paling dalam. Sebab bathin yang membeku sulit untuk memahami ayat-ayat Allah SWT. Orang yang bathin mengeras, nuraninya redup karena banyaknya tumpukan beban dosa dan maksiat. Akibatnya manusia semakin jauh dari Tuhannya, ketika itulah energi ketuhanan berupa nurani tidak lagi dapat bersinar dan memancarkan cahaya iman. Untuk itu ibadah puasa yang dikerjakan dengan dasar iman taqwa menjadi jalan kehadiran Allah SWT dalam hidup kita.

Bulan Ramadhan mendidik manusia untuk selalu dekat dengan Tuhannya. Hal ini dirasakan ketika hari-hari Ramadhan yang dilalui dengan khusu’ dan tawaddu’oleh yang bertaqwa. Di bulan Ramadhan kita lebih kuat menahan hawa nafsu (makan, seks dan perilaku buruk lainnya) bila dibandingkan dengan hari-hari lain di luar Ramadhan. Kita merasakan dalam setiap aktivitas selama Ramadhan adanya rasa takut dan malu untuk melanggar perintah Allah SWT. Kita betul-betul merasa tidak ada jarak dengan-Nya sehingga dirasakan Rahmad Allah SWT itu datang tidak dibatasi oleh tempat dan waktu.

Menggapai Rahmad Allah SWT di bulan suci Ramadhan merupakan jalan tauhid. Allah SWT telah menyediakan jalan itu khusus untuk orang yang beriman. Di bulan ini melalui syari’at puasa kita tundukan gejolak hawa nafsu serendah rendahnya dan kita tinggikan cahaya iman setinggi-tingginya. Tunduk, merendah dan hina dihadapan Allah SWT, adalah wujud energi ketuhanan yang tertanam dalam jiwa. Lalu bagaimana agar energi itu tertancap kuat dihati sehingga berbagai tantangan moralitas dan godaan hawa nafsu dapat teratasi?

Dalam artikel ini dapat di tawarkan sebagai berikut: pertama, menjadikan puasa sebagai sarana mensucikan diri (purify yourself). Dengan ibadah puasa orang mukmin diajak melakukan konsolidasi dan menata kembali struktur bathin dan mekanisme kerajaan hati yang suci dalam dirinya. Mengendalikan hawa nafsu melalui puasa dan kemudian memperkuat ikatan spiritual dengan sang pencipta adalah sebagai bentuk transformasi diri. Ibadah puasa memiliki target yang sangat mulia yaitu untuk menghayati doktrin suci agama bahwa Allah swt itu sangat dekat dengan hamba-Nya, yang selalu mengawasi, membimbing dan melindungi setiap sa’at. Sebagai mana mafhum firman Allah ( QS.Al-Baqarah: 186) yang kita kutip diatas.

Kualitas diri seseorang yang sedang berpuasa sangat tinggi dan mulia, sebab orang yang sedang berpuasa hawa nafsu mereka sedang terkendali sehingga berbagai godaan untuk berbuat kemaksiatan dan kejahatan dapat dihindari. Kondisi tersebut disebabkan oleh energi ketuhanan di bathinnya sedang bersemayam dengan kuat. Sebab itu, apabila seseorang konsisten dengan puasanya, dilakukan dengan benar dan sesuai syari’at dapat dipastikan pesan moral puasa akan diperoleh seseorang.

Banyak orang berpuasa hanya menjalankan perintah formalnya saja tanpa meresapi makna tersembunyi dibalik perintah itu, sehingga banyak diantara kita yang melaksanakan puasa namun tidak kuat melawan godaan nafsu baik berupa kenikmatan syahwat maupun kenikmatan materi yang sifatnya sesaat.

Selama ini dalam berpuasa kita terlalu menekankan bentuk ritualnya saja dengan orientasi kemanusiaan dengan harapan menyelamatkan diri dari ancaman dosa, maka sudah saatnya kita melakukan refleksi kembali untuk merenungi lebih dalam terhadap penghayatan puasa. Kita wajib menyadari bahwa disamping puasa bermuara pada orientasi humanistic-horizontal juga berorientasi pada membebaskan diri dari gravitasi aktivitas hidup duniawi yang telah memenjarakan dan menjauhkan diri kita dari Allah SWT sebagai pusat energi ketuhanan.

Dengan demikian, puasa yang dilaksanakan dengan baik akan menjelma menjadi energi spiritual yang mampu merekonstruksi rutinitas duniawi, kembali ke pusat gravitasi, dan memasuki atmosfer ketuhanan melalui energi spiritual yang merupakan arah kehidupan yang paling otentik. Dalam hal ini, semangat Ramadhan dapat memperkuat kemantapan hidup yang seringkali pengap dan ternoda oleh berbagai penyimpangan dan godaan akibat globalisasi. Artinya kita memulihkan dan meremajakan kesucian kita dengan berpuasa, seperti yang terjadi pada saat kita lahir.

Kedua, fungsikan Ramadhan sebagai pintu memperlebar kebajikan (expand virtue). Ramadhan pada dasarnya dapat berfungsi sebagai sarana menghilangkan arogansi teologis berupa keingkaran dan kemungkaran yang mempersempit pintu kebajikan. Simbiosis pandangan teologis ini berpusat pada energi ketuhanan yang cenderung mengarah kepada konspirasi penguatan kebenaran suci dalam kebajikan. Pintu kebajikan sebenarnya seimbang dengan luasnya pintu anugerah Allah SWT, namun kasih sayang Allah SWT itu lebih besar dari murka-Nya dan Rahmat-Nya jauh lebih besar dari azab-Nya.

Ramadhan disebut juga sebagai bulan Allah SWT, bulan spiritual, bulan instrospeksi dan bulan persaudaraan serta bulan peduli terhadap pakir miskin, karena Ramadhan disediakan Allah SWT sebagai sarana memperbanyak kebajikan yang akan mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Suci.

Dalam Islam kebajikan disebut dengan “Al-Birru”. Kata ini, terambil dari tashrif (barra-yabirru-birran-wa barratan) mengandung makna ta’at berbakti pada, bersikap baik, benar, banyak berbuat baik. Al-Birru seperti al-barru (daratan). Daratan berbeda dengan lautan, daratan adalah area yang luas untuk bisa banyak berbuat baik, jadi Al-Birru banyak berbuat baik (Dudung Abdullah; 2015).

Kata“Al-Birru”juga diartikan dengan memperbanyak kebaikan. Menurut istilah syari’, al-birr berarti setiap sesuatu yang dijadikan sebagai sarana untuk taqarrub kepada Allah SWT melaui iman, amal shaleh, dan akhlak mulia.

Al-Quran menyebutkan kebajikan itu dengan aktivitas iman dan amalan saleh yang tercermin dalam akhlak dalam kehidupan manusia. Hal tersebut seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah; 177; “Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang mendirikan shalat, dan memberikan zakat; orang-orang yang menepati janjinya apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa ( QS.2;177).

Dalam memahami ayat tersebut, para ulama menjelaskan bahwa konsep baik dan konsep buruk sangat erat kaitannya dengan tindakan manusia dalam menjalankan perintah Allah SWT. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa konsep baik itu diambil dari istilah al-khair yang berarti kebaikan. Kata al-khair seakar dengan kata ikhtiyar yang berarti memilih atau kepemilihan.

Secara leksikal kata al-khair yaitu apa saja yang dipilih dan dikehendaki oleh manusia. Dengan demikian maka apa saja yang diinginkan oleh manusia adalah baik. Dengan kata lain kebaikan adalah sesuatu atau tindakan-tindakan yang berasal dari pilihan dan keinginan manusia. Dengan membuka kebajikan berarti kita telah menanam pahala yang akan kita petik di akhirat nanti.

Pintu Rahmat Allah SWT akan terbuka dan terhampar dengan lebar di bulan Ramadhan. Maka seyogianya kita sambut dan kita fungsikan kedatangannya dengan segala ikhtiyar dengan memperbanyak kebajikan, sehingga ibadah puasa dapat menjadi ibadah yang istimewa dan berdampak dalam kehidupan kita.

Kebaikan adalah sifat manusia yang dianggap baik menurut sistem norma dan pandangan umum yang berlaku. Kebaikan merupakan suatu keadaan dan perbuatan yang dapat diterima oleh masyarakat karena hal tersebut pantas diterima secara kemanusiaan dan dapat memberi kenyamanan bagi mereka.

Banyak sekali kebaikan yang dapat dilakukan selama Ramadhan. Sebab itu jika Ramadhan belum menunjukan tranformasi spiritual bagi orang yang berpuasa berarti Ramadhan belum berfungsi sebagai memperlebar kebajikan dalam hidupnya.

Setiap orang mencintai kebaikan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Oleh sebab itu, setiap manusia di manapun selalu menolak keburukan. Mereka mengukur setiap tindakan dan ucapan yang berasal dari manusia yang mendatangkan manfaat secara manusiawi sebagai sebuah kebaikan. Standar kebaikan tampak dalam penilaian terhadap perilaku manusia dengan sifat yang utama dan tercela, nikmat dan sakit, bermanfaat dan berbahaya atau bahagia dan sengsara.

Aristoteles pernah melakukan penelitian berkaitan dengan pendapat manusia mengenai pengertian kebaikan. Aristoteles menemukan bahwa manusia mengartikan kebaikan dengan banyak makna. Misalnya kebaikan itu adalah kelezatan (kesenangan) nyata yang bebas dari rasa sakit. Ada yang mengartikan sebagai kebahagiaan karena sukses dalam kehidupan sosial. Ada juga yang mengartikan kebaikan dengan memiliki kakayaan dan harta yang banyak, keluarga yang bahagia atau karena memiliki ilmu pengetahuan (Fua‟ad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli, h. 247).

Kesemua itu adalah prinsip-prinsip kebaikan yang akan menjadi buah dari perilaku kita yang menjadikan Ramadhan sebagai pintu memperlebar kebajikan.

Ketiga; Fungsikan ramadha sebagai tarekat mu’tabarah (mu'tabarah congregation).

Istilah tariqat mu’tabarah sering digunakan dalan kajian tasawuf kontemporer. Walaupun banyak para ahli tarikat menggunakan bahasa simbolis dalam memaknai tarekat, namun tarekat mu’tabarah di sini lebih dimaknai dengan penguatan prinsip-prinsip dan sifat-sifat terpuji yang dijadikan sebagai sumber gerak, sumber normative, dan sumber motivasi serta sumber nilai sebagai acuan hidup.

Mu’tabarah dalam kajian tasawuf diartikan sebagai tarekat yang dapat berfungsi untuk menghayati dan menggambarkan internalisasi nilai-nilai sufistik dalam segala lini kehidupan ataupun zaman. Dalam tarikat ini menjadikan instrofeksi diri sebagai tolok ukur utamanya, lalu kemudian mengosongkannya serta mengisi kembali dengan nilai-nilai terpuji seperti zikir, taubat, wara’,faqr, tawakkal, dan ridha yang akan mengantarkan salik kepada “mahabbatullah”. Artinya tarekat mu’tabarah, dapat berfungsi menjadi benteng pertahanan diri/jiwa di tengah arus godaan syahwat dunia yang senantiasa mempengaruhi kehidupan manusia.

Dalam tarekat mu’tabarah, nilai-nilai sufistik selalu dihayati secara dinamis sehingga orang-orang yang ingin lebih dekat dengan Allah SWT selalu mencari jalan penyempurnaan. Jika penyempurnaan ibarat cahaya lantenra di malam hari, kita adalah laron yang merindukannya. Kita baru bisa tenang jika telah berada di dekatnya, berputar-putar mengagumi percikan cahayanya, sebelum akhirnya menengelamkan diri dalam apinya.

Dalam kehidupan ini, kita selalu melihat setiap hari banyak orang yang memburu kekayaan, menghabiskan waktunya siang dan malam untuk mendapatkan rumah yang nyaman, makanan yang sehat, keluarga yang sakinah, teman yang dipercaya, pekerjaan yang layak, mobil yang bagus, pakaian yang indah. Semua cita-cita dan keinginann itu tidak akan pernah padam sebelum laron jiwanya tertuju dan fokus kepada yang menciptakan semua itu.

Disamping itu banyak pula manusia yang tertawan oleh keinginannya sendiri, sehingga kegelisahan, kebosanan, letih, penat dan capek selalu menghantuinya. Mereka tidak sadar bahwa mereka sedang berada dalam kehancuran jiwa yang hampa.

Kehadiran Ramadhan sebagai tarekat mu’tabarah, akan membangun tujuan hidup yang otentik dan mulia yaitu menggapai kesempurnaan jiwa yang memliki energi ketuhanan.Tarekat mu’tabarah dalam kontek ini berfungsi sebagai pendidikan spiritual yang menjadi pondasi bangunan iman yang sangat menentukan kualitas diri manusia.

Oleh sebab itu, bila fungsi ini berjalan dengan baik maka Ramadhan akan berdampak dalam kehidupan manusia. Setidaknya manusia semakin menyadari kehadiran Tuhan dalam hidupnya dan bahkan ia akan merasaka kehadiran Tuhan dalam setiap langkah hidupnya.

Dengan demikian manusia akan terhindar dari pengaruh negatif dunia yang semakin menggoda dan menyesatkan. Mari kita sambut Ramadhan 1446 H/2025 M dengan penuh hikmah agar kita dapat menyerap energi ketuhanan dalam hidup yang singkat ini. ***

#Umum
SHARE :
Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin

LINK TERKAIT