Oleh: Dr. H. Muhammad Nasir, S.Ag., MH, Kakan Kemenag Kabupaten Anambas
Mencermati pidato dan arahan Menteri Agama RI, Prof.Dr.H.Nasaruddin Umar, MA pada pembukaan Rapat Koordinasi Nasional ( Rakornas) pada 12 November 2024 lalu, terdapat banyak paradigma yang dilontarkannya untuk di pedomani dalam merumuskan rencana strategis pembangunan agama di Indonesia.Dalam arahannya lebih menyoroti kelemahan-kelemahan birokrasi dan rendahnya integritas prilaku birokrat di Kementerian Agama dalam kaitannya dengan tantangan globalisasi yang semakin hebat. Dia berkesimpulan umat beragama belum semakin dekat dengan agamanya sehingga agama belum menjadi solutif dalam menyelesaikan problem kemanusiaan yang melanda peradaban modern.Jika kita menelusuri lorong-lorong peradaban modern khususnya terkait dengan socio-religious yang sedang berkembang saat ini, banyak sekali fakta sosial yang menunjukan bahwa nilai-nilai agama sudah jauh dari kehidupan modern. Akibatnya agama seakan-akan menjadi beban dalam masyarakat bukan sebagai solutif, sebab nilai-nilai agama selalu dianggap membatasi kebebasan manusia dalam memanjakan nafsu serakahnya.Oleh karena itu, secara instrinsik-sosiologis terdapat pesan moral yang sangat substantif dalam mendekatkan umat dengan agama yaitu umat beragama harus kembali membuka dialog keilmuan dalam menjelaskan fungsi agama dalam tatanan kehidupan global.Mendekatkan umat dengan agama suatu keniscayaan. Perubahan global yang melanda konsistensi iman sudah mulai rapuh. Kondisi ini seakan-akan mengundang anggapan masyarakat (social opinion) bahwa agama sangat bertentangan dengan kemajuan sosial yang terjadi. Secara faktual prilaku sosial selalu menyimpang dengan ajaran Tuhan.Manusia terlalu angkuh untuk menundukan akal sehatnya kepada kekuasan Tuhan yang Maha Agung. Sehingga tingkahlaku yang diperankan dalam kehidupan global selalu saja menabrak nilai-nilai agama yang sakral.Kehidupan modern telah sangat mengagungkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hegemoni sosial telah terbentuk dengan meyakini bahwa teknologi adalah kitab suci global yang dapat mengubah tatanan kehidupan modern. Manusia tak berdaya menghadapi perubahan kecuali mengikutinya dengan taat walaupun kadang tidak sesuai dengan prinsip hidup yang dicanangkan agama.Agama tidak lagi mampu menafsirkan tujuan azasi kehdupan global karena kuatnya dorongan teknologi yang menjadikan pola hidup manusia serba instan. Sementara agama hanya mengandalkan kesadaran yang bersifat spiritual yang harus menunggu waktu lama untuk mewujudkannya. Disinilah peran ilmu, iman dan amal (three basic values) sangat nyata dan keongrit. Three basic values membutuhkan waktu dan proses kesadaran dari lubuk hati manusia.Iman tidak dapat dipisahkan dengan pesan moral lembaran-lembaran Al-Qur'an yang memberi petunjuk dalam beragama. Semestinya tuntutan iman pada Al-Qur'an melahirkan sikap tunduk dan taat. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi mengajak untuk berpikir kritis dan empiris, bukan menggugat berbagai penafsiran al-quran yang telah mapan dan menjadi ideologi.Mengingat autentisitas Al-Qur'an diyakini oleh umatnya sebagai kalam Allah sejak pertama diwahyukan hingga saat ini tak dapat dibantahkan baik secara ilmiyah maupun filosofis maka Al-Qur'an menjadi fakta suci yang maha outentik.Menurut Bernard George Weiss (2023), Al-Qur'an adalah verbumdei, firman Tuhan yang diturunkan Tuhan ke bumi yang kemudian dijadikan hukum dan petunjuk seluruh aspek kehidupan muslim. Sebab itulah pandangan bahwa Al-Qur'an berlaku dan cocok di sepanjang zaman dan segala tempat lebih merupakan keyakinan teologis.Pandangan diatas adalah peluang yang sangat strategis dalam mengelola umat beragama agar selalu dekat dengan Tuhan disamping memandang kemajuan teknologi sebagai energi pendorong konsep perilaku beragama yang lebih moderat. Sikap hidup beragama yang moderat akan melahirkan kenyamanan hidup dalam berhadapan dengan keyakinan orang lain. Sebab itu untuk membangun sikap yang lebih moderat arahan Menteri Agama RI lebih menekankan perbaikan ke dalam diri sebagai penggerak iman dan toladan dalam sikap social beragama.Bebarapa hal yang menjadi sasaran utama dalam membangun masyarakat global dalam kaitannya dengan perkembangan moral agama saat ini adalah dengan mendekatkan umat dengan agama. Adapun langkah-langkah yang ditawarkan sebagai berikut:Pertama: jadikan hidup lebih berorientasi akhirat (ukhrawi oriented) daripada orientasi dunia (duniawi oriented).Membangun kehidupan beragama yang berorientasi akhirat adalah perjuangan batin yang membutuhkan keluasan ilmu pengetahuan. Umat beragama dituntut cerdas dalam melakukan dialog akademik untuk membangun matriks baru untuk menemukan kembali inspirasi tradisi iman para pendahulu dengan tanpa kembali ke masa lalu.Matriks baru adalah penciptaan kembali (re-inventing) tradisi keagamaan dengan melakukan penemuan kembali (re-discovery) tradis pendahulu dalam mendialogkan nilai-nilai agama dengan perkembangan global yang sangat masif. Tradisi iman para pendahulu telah menyejarah dalam fakta sosial. Umpamanya tradisi dalam islam telah berhasil membangun kekayaan peradaban yang gemilang baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam bidang politik dan ekonomi.Seiring dengan proses sejarah peradaban global terus maju secara dinamis, tradisi iman yang dibanggakan itu mengalami perubahan secara siknifikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Keseimbangannya tidak lagi terkendali sehingga agama selalu terabaikan.Disinilah urgensinya membangun kembali matriks baru kekuatan agama di masa depan. Agama mempunyai dua kekuatan orgumentasi yang akan melahirkan peradaban di bumi yaitu orgumentasi dunia dan orgumentasi akhirat. Secara Imani argumentasi akhirat lebih besar pengaruhnya dalam membangun keyakinan.Membangun matriks baru beragama dengan berorientasi akhirat adalah kesadaran nyata yang di impikan oleh para nabi dan rasul. Agama dapat menjadi solutif dalam penyelesaian problem kemanusiaan. Beberapa solusi kontemporer yang dapat diandalkan adalah;1) menjadikan dialog agama sebagai komponen penting untuk menjawab tantangan pluralitas khususnya dalam menemukan hakikat keragaman masyarakat yang semakin meningkat di sentero dunia. Dalam hal ini kita harus meningalkan pandangan ortodok (mainstream) yang selama ini mengoyak-ngoyak tradisi yang sudah mapan.2); Melakukan evaluasi ulang terhadap dimensi tasawuf dalam islam atau mistik dalam agama lain yang selalu dianggap membangun marjinalisasi konsep eksoterik dan esoteric nilai-nilai agama sebagaimana dipandang oleh sebagian umat beragama.Ilmu dan amal dalam beragama tidak ada yang bersifat marjinalisasi apabila dilandasi oleh iman. Seluruh ibadah dalam beragama memiliki orientasi suci yang mendekatkan manusia kepada Allah swt. Orientasi suci agama memberikan artikulasi bahwa seluruh makhluk di bumi yang amat luas ini adalah makhluk religious yang diciptakan Tuhan.3); Gerakan agama dalam fakta social harus memiliki komitmen untuk melahirkan peradaban suci agama dengan kecerdasan dan wawasan ilmu pengetahuan yang cukup. Kecerdasan beragama harus direfleksikan dalam kebajikan social tanpa henti. Itulah sebabnya islam mewajibkan umatnya menuntut ilmu dari ayunan (lahir) sampai liang lahat (wafat) agar antara ilmu, iman dan amal tidak terpisah dalam implementasinya.Upaya tersebut mestilah dilakukan dalam proses berkelanjutan (sustainable) sesuai dengan isu-isu global dalam konteks modernisasi.Tak dapat dipungkiri, peradaban masa lalu sarat dengan nilai moral dan spiritual. Agama telah berjasa membangun peradaban dunia dengan memberikan makna hidup dan ketentraman bathin. Walaupun dalam kenyataan social-psikologis agama juga telah melahirkan sekian banyak sikap social yang mayakitkan.Ibarat berpakaian, ada beberapa orang dalam beragama tidak pas desainya, ukurannya atau potongannya tidak nyaman dipakai. Sebab itu komitmen agama dalam pakta social harus segera dimulai. Jika tidak kita khawatir lahirnya generasi milenial yang akan tumbuh mengalami kesulitan untuk menemukan hakikat kesalehan dan segala ukurannya dalam masyarakat.Kedua; Bersihkan diri institusi Kementerian Agama dengan memperbaiki sikap batin yang lebih suci. Kementerian Agama adalah lembaga atau institusi agama yang mengurus umat beragama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu).Dalam visi dan Misi ke depan Kementerian Agama wajib memiliki SDM aparatur yang bersih dan berwibawa. Dari situ kita bangkit mempersiapkan dan menyusun sumber daya PNS, Penyuluh, Guru dan Pejabat tanpa kecuali menjadi generator agama yang menghasilkan nilai nyata serta menempatkan Kementerian Agama bukan hanya sekedar (istilah beliau “sebagai pemadam kebakaran”).Agama harus menjadi rujukan nilai dalam masyarakat global. Kementerian Agama harus memiliki kekuatan spiritual (kesadaran aparatur) ke dalam dan kekuatan social (kesadaran moral) ke luar. Dua kekuatan itu dapat terwujud apabila institusi Kementerian Agama bersih dari segala bentuk penyimpangan.Penyimpangan yang terjadi di Kementerian Agama dapat disebabkan oleh pengaruh sistem dan lemahnya sumberdaya insani (SDI) yang menjadi pelaku layanan keagamaan. Sebab itu secara bersama-sama Menag RI mengajak seluruh jajaran Kementerian Agama dari pusat sampai ke daerah untuk melakukan aksi perubahan dengan bersih diri, bersih lingkungan dan bersih tindakan. Jangan ada di tubuh Kementerian Agama permainan lama (penyelewengan dalam bentuk apapun) karena tugas kita ke depan semakin berat dan menantang, begitu sambung Menag.Ketiga; Rela menerima konsekuensi terhadap pelanggaran tugas yang di amanahkan. Untuk memperkuat dan memastikan berjalannya kebijakan yang akan dikembangkan, menag mengingatkan semua jajaran Kemenag dengan konsekuensi terhadap pelanggaran tugas dan Amanah yang diberikan kepada seluruh aparatur sipil negara ataupun pejabat di lingkungan Kementerian Agama.Konsekuensi adalah akibat dari sebuah kesalahan ataupun kegagalan. Dia dapat menimpa siapa saja apabila tidak berhasil menegakkan integritas, kebenaran, kejujuran dan komitmen bersama yang dibangun.Dengan demikian sambutan dan arahan Menteri Agama RI diharapkan menjadi inspirasi spiritual dan moral dalam membangun umat beragama untuk menjalankan tugas dan fungsi di Kementerian Agama, sehingga umat beragama semakin dekat dengan agamanya.Inspirasi ilmu, iman dan amal yang dibangun menjadi matrix baru dalam mebangun agama ke depan. Akhirnya kita berharap refleksi ini menjadi langkah awal proses mewujudkan agama sebagai pedoman dan payung tempat berteduhnya umat beragama di tengah panasnya terik degradasi moral yang melanda dunia global saat ini.Aamiin. ***